Senin, 28 Februari 2011

"Sidat Pengelana" Penuh Misteri

Sidat Kita

Sidat Kita
"Saat melihat sidat, aku merasa baik-baik saja. Ketika bergerak-gerak, sidat tampak sangat menarik.” Seperti Jonathan Yang, aku mendapatkan perasaan menyenangkan saat melihat sidat. Waktu yang kuluangkan bersama mereka, terutama selama migrasi musim gugur, terasa berdenyut penuh energi. Ketika berdiri di bendungan Ray Turner pada suatu malam yang sejuk di bulan September pada malam bulan baru, menyaksikan iring-iringan sidat yang laksana seutas tambang mengisi wadah yang terbuat dari kayu dan batu, rasanya aku bisa mempercayai cerita suku Maori tentang pertemuan mereka dengan taniwha—dewa atau rakasa penjaga air. 

Bagi masyarakat pribumi di seluruh Kepulauan Polinesia, sidat adalah dewa yang menggantikan ular dalam mitos penciptaan, sumber makanan yang penting, dan lambang erotisme—kata yang sering digunakan oleh penduduk pulau untuk menyebut sidat adalah tuna, bersinonim dengan "penis." Dalam salah satu mitos Maori, sidat berasal dari langit, jatuh ketika langit menjadi terlalu panas dan tidak nyaman bagi mereka. Di Bumi, kata beberapa orang Maori, gerakan sidat membuat sungai mengalir. Sidat merupakan bagian yang penting dari segala hal.

Kita membiarkan diri percaya bahwa kita dapat memahami alam dengan mengatur dan menjelaskannya melalui sistem taksonomi dan kajian komputer tentang gen dan DNA, mengelompokkan semuanya ke dalam kategori yang tertib. Dengan berlalunya tahun demi tahun, para peneliti meneropong semakin jauh ke dalam kehidupan sidat yang penuh misteri; pada 2006 dan sekali lagi pada 2008, para ilmuwan melepas sidat dewasa yang dilengkapi dengan pening dari pantai barat Irlandia dan Prancis, dengan harapan dapat melacak mereka sampai ke Laut Sargasso. 

Namun, "pengetahuan," seiring kita menggalinya (yang selalu tersedia, di ujung jari kita), dapat menghambat imajinasi dan keindahan yang dapat berasal dari hasil pengamatan kita sendiri. Sidat—dengan bentuknya yang bersahaja, kesukaannya untuk hidup dalam kegelapan, keanggunannya—telah membantuku merangkul misteri dan meraih hakikat pengalaman yang tidak dapat disusun dalam katalog atau diukur. 

Mereka membantuku sadar kembali. Tekanan besar yang dialami sidat saat ini akan menguji kemampuan ikan itu dalam beradaptasi dan bertahan hidup. Pemandu Maori Daniel Joe berbicara tentang daya tahan sidat di saat kami duduk di dekat api unggun di Sungai Waipunga. "Sidat adalah ikan purba, dan benar-benar tak kenal lelah," kata Joe. "Sidat adalah morehu," makhluk tahan banting. "Kurasa mereka akan berada di Bumi sampai dunia berakhir."
By. Sidat Kita
◄ Newer Post Older Post ►