Senin, 14 Maret 2011

Bisnis Media yang Tak Hilang ditelan Jaman

Pekerja pers tidak perlu kuatir kehilangan pekerjaan karena perusahaan pers atau industri media akan tetap tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, disamping itu, belanja iklan sebagai sumber utama pendapatan perusahaan media juga tetap tumbuh dan tahun ini diprediksi 15-20 persen dari capaian tahun 2010 lalu yang 60 triliun rupiah.



Pengusaha nasional yang juga pemilik dua stasiun televisi, Chairul Tanjung dalam Asia Fasifik Media Forum akhir tahun 2010 lalu mengatakan, ekonomi Indonesia dalam 20 tahun kedepan dipkerkirakan masuk dalam lima besar kekuatan ekonomi dunia. Itu menjadi kabar baik bagi pelaku industri media yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.

Meski demikian, kata Chairul peran dan persaingan antar media akan semakin ketat untuk memperoleh iklan, meskipun belanja iklan setiap tahun cenderung naik. Persaingan yang sangat ketat akan terjadi pada media tradisional yang meliputi Koran, TV dan radio dengan media modern yang meliputi internet, social media dan handphone.

“Industri media akan tetap tumbuh seiring dengna pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.

Namun, Chairul meyakini media tradisional masih diminati 80-90 persen konsumen dalam dalam 5-10 tahun mendatang. Setelah itu akan digeser oleh peran media modern yang lebih segmented seiring dengan pertumbuhan kecerdasan masyarakat Indonesia dan pertumbuhan teknologi. Itu bisa dihindari jika pengelola media mampu memperbaiki diri dan lebih kreatif.

Prospek yang semakin ceran di industri media juga di yakini oleh sejumlah perusahaan media yang sudah go public, sebut saja misalnya PT Indosiar, PT MNC dan PT Surya Citra Televisi.

PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia menyebut akan agresif pada tahun ini dengan membidik pendapatan 6,13 triliun rupiah atau tumbuh sekitar 15-20 persen disbanding perolehan 2010.

Untuk itu, MNC tetap mempertahankan program-program dengan rating tinggi di tahun 2011 dalam bentuk sinetron, reality shows, komedi situasi, acara music, dan lainnya. Perseroan akan terus berfokus untuk mengintensifikasi program in-house yang akan memberikan marjin yang lebih tinggi.

MNC optimisitis akan mendapatkan porsi mayoritas dari pertumbuhan iklan yang tinggi karena kekuatan yang berkelanjutan dari sebuah bisnis model yang sudah solid dan khususnya karena kepemimpinan MNC yang signifikan di bisnis penyiaran, di mana penyiaran TV mendapatkan sekitar 70 persen dari total iklan belanja industri media.

Sementara itu, PT Surya Citra Media Televisi Tbk (SCTV) menargetkan pertumbuhan laba usaha tahun 2011 ini naik 6-10 persen. Target itu merupakan target minimum perusahaan yang disesuaikan dengan proyeksi inflasi tahunan.

Peningkatan target laba tersebut cukup beralasan sebab sepanjang 2010 SCTV mampu memperoleh pendapatan dan laba yang cukup signifikan. Sepanjang semester pertama 2010, SCTV membukukan laba bersih sebesar 210,44 miliar atau tumbuh hingga 189,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 72,775 miliar rupiah.

Kenaikan laba bersih yang cukup tajam itu didorong oleh peningkatan pendapatan iklan perseroan yang naik 23,46 persen menjadi 879,29 miliar rupiah pada semester I-2010, dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 712,202 miliar rupiah.

Hal yang sama juga terjadi pada PT Indosiar Visual Mandiri yang bertekad merebut kembali posisi teratas di indsutri televise dengan target penjualan konsolidasi mencapai 15 persen pada akhir Desember mendatang. Untuk itu, perseroan sedang menyiapkan pembangunan gedung studio ke lima.

Direktur Pemasaran Indosiar, Harry Pramono optimistis bahwasanya perseroan mampu bangkit kembali menduduki posisi teratas. Untuk itu beberapa strategis akan dilakukan antara lain meningkatkan produksi program in-house non drama berkualitas dan menghibur dengan biaya rendah. Selain itu, membeli program-program drama seperti sinetron secara selektif selaras dengan kebutuhan pasar.

Media Cetak


Kejadian di Amerika Serikat pascakrisis keuangan 2007 menyebabkan industri pers ikut jatuh bangkrut, sehingga sejumlah koran berhenti terbit, mengurangi pekerja, dan redesain.

Kondisi tersebut sempat ditakuti oleh sejumlah pengusaha media khususnya media cetak karena kasus di Amerika Serikat dikuatirkan berimbas terhadap industri media cetak di Indonesia.

Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan Lembaga Penelitian Pendidikan, Penenangan, Ekonomi, dan Sosial (LP3ES) menyebut peran media cetak tidak akan terganti dan akan terus tumbuh.

Peneliti LP3ES, Indrajid pada presentasi riset Masa Depan Industri Media Cetak di Indonesia yang digelar Serikat Penerbit Suratkabar mengatakan, terdapat 95,9 persen pembaca media cetak yang juga pemirsa TV dan 2,3 persen pendengar radio.

"Fakta tersebut menunjukkan bahwa media cetak belum tergantikan. Media cetak punya pembaca yang loyal," kata dia.

Berdasarkan riset yang dilakukan di 15 kota, yakni di Medan, Pekanbaru, Batam, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, DI Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Manado, dan Makassar, dengan 3.000 responden menjadi sample survei yang dibagi secara quota masing-masing 50 persen responden remaja (12-18 tahun) dan responden dewasa (18 tahun ke atas).

Diperoleh informasi bahwa koran harian, tabloid, dan majalah akan terus tumbuh, kecuali koran mingguan.

“Jumlah tiras media cetak harian akan terus tumbuh, sekarang sekitar 20 juta eksemplar. Pembaca lebih banyak membaca koran harian, dengan lama waktu 4 jam. Sedangkan orang baca majalah hanya punya waktu 3,5 jam," kata Indrajid.

Untuk koran, pembaca lebih menyukai membaca rubrik kecelakaan dan atau bencana alam. Sedangkan untuk majalah, rubrik yang paling disukai adalah gaya hidup dan musik. Sebanyak 67 persen pembaca juga baca iklan.

Sementara itu, Ekonom dari Universitas Indonesia, Rofikoh Rokhim mengatakan ada kecenderungan peningkatan pembaca Rubrik gaya hidup karena kesejahteraan pembaca terus meningkat dan yang memiliki kekayaan sekitar 10 miliar rupiah lebih dari 3.000 orang, sedangkan yang memiliki kekayaan lebih dari 35 miliar rupiah sekitar 1.200 orang. Para orang kaya tersebut membutuhkan bacaan yang segar terkait gaya hidup modern.

Industri media cetak yang terus tumbuh juga diyakini Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Pasalnya, belanja iklan di media meningkat setiap tahunnya.

"Rata-rata kenaikan belanja iklan di media sekitar 15-20 persen," kata Ketua Hubungan Masyarakat PPPI, Janoe Arijanto.

Hasil survei Nielsen menyebut pertumbuhan belanja iklan tahun 2011 ini diprediksi naik 23 persen ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai 60 triliun rupiah. Kenaikan itu merupakan angka tertinggi sejak 2006.

Adapun perusahaan yang paling banyak membelanjakan iklan yakni sektor telekomunikasi dengan kontribusi 43 persen selama 2010 dan tahun ini diperkirakan lebih tinggi.(gus).
◄ Newer Post Older Post ►