Rabu, 16 Maret 2011

Budidaya Jati

PENDAHULUAN
Selama kurang lebih tiga dekade, sektor kehutanan merupakan salah satu roda penggerak utama pembangunan Nasional. Selama kurun waktu tersebut sumberdaya hutan telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perolehan devisa maupun dalam penyediaan lapangan kerja. Namun demikian setelah sekian tahun pemanfaatan hutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri kehutanan, maka telah terjadi penurunan potensi sumberdaya hutan yang begitu besar. Bahkan akibat nyata dari kondisi tersebut ditunjukan dengan adanya kawasan hutan dan lahan rusak seluas kurang lebih 40 juta hektar dengan laju deforestasi sebesar kurang lebih 1,6 juta hektar pertahun

Melihat kondisi di atas pemerintah telah menetapkan 5 prioritas kebijakan pokok sebagai bagian restrukturisasi sektor kehutanan. Sementara itu untuk jangka waktu 20 tahun kedepan kebijakan kehutanan antara lain diarahkan pada rehabilitasi hutan dan lahan yang rusak. Sebagai bagian dari kebijakan jangka panjang, maka selama kurun waktu 5 tahun kedepan (2003 – 2007) pemerintah telah merencanakan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) seluas 3 juta hektar.

Pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan rehabilitasi tersebut adalah keseimbangan ekosistem satuan DAS sebagai unit pengelolaan. Hal ini sejalan dengan tujuan pengelolaan DAS yaitu mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Pada tahun 2003 pemerintah mengalokasikan dana untuk kegiatan RHL pada 29 DAS prioritas dengan luasan mencapai 300.000 hektar dengan berbagai jenis tanaman kehutanan maupun serba guna. Salah satu jenis yang cukup menonjol dan banyak dipilih dalam kegiatan RHL adalah jati (Tectona grandis). Hal ini lebih disebabkan karena jati merupakan salah satu tanaman perdagangan yang memiliki kualitas kayu sangat bagus dan bernilai ekonomi sangat tinggi, banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, bahan baku industri mebel/furniture, maupun industri kerajinan (craft) dan sebagainya.

Salah satu aspek penting dalam pengembangan jati untuk RHL adalah aspek persemaian. Untuk itu guna memberikan gambaran dalam kegiatan persemaian jati secara ringkas dalam buku ini disampaikan berbagai aspek persemaian mulai dari kegiatan pengadaan benih, perbanyakan sampai pada informasi sumber benih jati.

2. PENGADAAN BENIH

2.1. Penyebaran Alami dan Syarat Tumbuh

Jati memiliki persebaran yang cukup luas baik di habitat alamnya maupun wilayah pengembangannya, meliputi sebagian besar India, Myanmar, Laos, Kamboja, bagian barat Thailand dan Indo-cina. Jati juga tumbuh di Afrika (Sudan, Kenya, Tanzania, Tanganyika, Uganda, Lower Guinea, Ghana, Nigeria, Afrika Barat), New Zaeland, Australia (Queensland), Kepulauan Fiji, Taiwan, Kepulauan Pasifik. Di Benua Amerika, jati tumbuh di Jamaica, Panama, Argentina, Puertorico, Kepulauan Tobaqo dan Suriname. Di Indonesia, jati terdapat di sebagaian Pulau Jawa dan beberapa kepulauan kecil seperti di Muna, Kangen, Sumba dan Bali.
Jati tumbuh baik pada tanah yang sarang, mengandung Ca dan P cukup serta PH tanah antara 6-8. Untuk tanah yang sangat kurus, dapat dilakukan penambahan unsur P (Phospor). Pada tanah yang berbatu – batu, kekurangan air, sangat kering dan jelek aerasinya, termasuk juga tanah yang dangkal, pertumbuhan jati dapat menjadi bengkok dan bercabang rendah.

Jati termasuk calciolus tree spesies, yaitu tanaman yang memerlukan unsur kalsium dalam jumlah relatif besar untuk tumbuh dan berkembang. Dari hasil analisis abu yang telah dilakukan diketahui kandungan jati terdiri dari Calcium (CaO) 31,3%, Phosporus (P) 29,7%, Silika (SiO2) sebanyak 25%.

Kondisi lingkungan yang baik untuk jati adalah daerah dengan musim kering yang nyata (meski bukan syarat mutlak), memiliki curah hujan antara 1200-3000 mm/tahun. Intensitas cahaya cukup tinggi, 75 -100% dengan suhu berkisar 22ºC – 31ºC. Ketinggian tanah yang optimal antara 0 - 700 m dari permukaan laut. Di Indonesia, memang masih di jumpai jati pada ketinggian 1300 m dpl, tetapi pertumbuhannya menjadi kurang optimal. Meskipun membutuhkan musim kemarau yang nyata, tetapi musim kemarau yang terlalu kering dan lama akan menjadi faktor pembatas persebaran jati.

2.2. Pengumpulan Benih Jati

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memperoleh benih jati yang baik, yaitu;
1. Pohon induk yang dipilih harus memiliki penampakan luar (fenotip) pohon yang unggul dan baik yaitu sehat, lurus, berbatang silindris, pertajukan rindang, mempunyai batang bebas cabang yang tinggi dan sebagainya.
2. Pohon induk dipilih dari sumber benih yang baik bisa dari kebun benih, Tegakan Benih, maupun Areal Produksi Benih (APB) yang telah ditunjuk ataupun dari pohon terseleksi (pohon plus), atau dari hutan jati alam/tegakan alam.
3. Pada tanah dengan bonita (tingkat kesuburan tanah) yang baik, pengumpulan benih dapat dimulai pada tegakan umur 20 tahun, tetapi untuk tanah dengan bonita rendah, pengumpulan benih dilakukan pada tegakan berumur 30 tahun.
4. Ciri benih yang telah masak adalah warna kulitnya coklat dengan kadar air antara 10 -13%. Berat persatuan benih 0,55 - 0,92 gram, dengan diameter 1,38 -1,56 cm. Rata – rata tingkat produksi benih jati per pohon bervariasi antara 0,5 - 3 kg.
5. Pengumpulan benih dilakukan antara bulan September – November.
6. Ekstraksi benih dilakukan dengan cara : buah dijemur sampai kadar air menjadi 10 - 12% atau sekitar 2 hari hingga sungkup buah kering. Agar sungkup buah terlepas, buah dimasukan ke dalam karung, kemudian diinjak – injak. Pemisahan kotoran dan benih dilakukan dengan cara menampinya.
7. Biji yang telah diunduh disimpan dalam wadah yang tertutup rapat untuk mengurangi kelembaban udara. Temperatur harus dibawah 20ºC dengan kelembaban ralatif kurang dari 60%. Dengan cara penyimpanan seperti ini lama penyimpanan antara 11 bulan sampai 1 tahun tidak mengurangi viabilitas benih.
8. Biji yang akan digunakan sebagai bibit hendaknya yang dipilih yang masih baru, karena bibit jati yang telah disimpan sangat mudah berkurang daya kecambahnya.

2.3. Teknik Memecahkan Dormansi Biji Jati (Skarifikasi)

Berikut beberapa teknik yang telah diketahui dalam memecahkan dormansi biji jati saat akan dikecambahkan untuk mempercepat proses pengecambahan, antara lain :
1. Buah jati direndam dalam air dingin, lalu dijemur di bawah terik matahari, diulang selama 1 - 2 minggu.
2. Biji jati direndam dalam air dingin – air panas bergantian selama 1 minggu.
3. Daging buah digosok dengan amplas, sehingga memudahkan air dan udara masuk kedalam biji.
4. Biji jati direndam dalam larutan asam sulfat pekat ( H2SO4 ) selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air dingin setelah itu baru dikecambahkan dengan media pasir.
5. Biji jati dioven pada suhu 50ºC selama 48 jam.
6. Biji jati dimasukan dalam karung goni kemudian direndam pada air mengalir (sungai kacil) selama 1 minggu kemudian ditiriskan selama 1 hari, selanjutnya ditabur di bedeng tabur.

3. PEMBIBITAN

3.1. Penentuan Lokasi Persemaian

Lokasi yang dipilih untuk persemaian harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sebagai berikut :

1. Letak
Letak persemaian tergantung dari fungsi pembuatan persemaian apakah persemaian yang akan dibuat tersebut termasuk persemaian permanen ataukah persemaian sementara. Untuk persemaian permanen letak lokasi persemaian harus memperhatikan beberapa hal yaitu : dekat dengan sumber air yang dapat mensuplai air sepanjang musim, dekat dengan sarana angkutan bibit (jalan). Sedangkan untuk persemaian sementara lokasinya sebaiknya di tengah-tengah atau dekat dengan lokasi penanaman, tidak tergenang air atau banjir sewaktu musim hujan.
2. Persediaan air
Ketersediaan air di lokasi persemaian merupakan hal mutlak. Sumber air harus dapat menyediakan air sepanjang musim. Air tersebut dapat berasal dari sumur pompa atau berasal dari air sungai. Sebaiknya air tersebut sedikit mungkin mengandung alkali, bukan air asin atau air yang asam. Penentuan/perhitungan jumlah air yang tersedia hendaknya dilakukan pada musim kemarau untuk menghindari terjadinya salah perhitungan.
3. Kondisi tanah
Kedalaman solum tanah paling sedikit 22,5 cm. Tanah harus mempunyai tekstur yang baik yaitu mempunyai 10 liat, 15% silt, dan 75% pasir. Untuk menciptakan kondisi tanah yang ideal diperlukan beberapa perlakuan antara lain pengolahan tanah (dicangkul) untuk mengurangi tingkat kemasaman tanah dan pembuatan saluran untuk menghindari penggenangan air. Kedua perlakuan ini diharapkan dapat menciptakan sistem drainase yang baik. Selain itu, untuk menghilangkan gulma dapat dilakukan penyiangan. Pemilihan lokasi persemaian juga harus memperhatikan penggunaan tanah sebelumnya, seperti tanah bekas peternakan akan mengakibatkan tanah menjadi padat, tanah bekas kebakaran akan menyebabkan tanah kekurangan unsur – unsur hara tertentu.
4. Mudah dijangkau dan terletak didekat jalan.
5. Topografi relatif datar dengan toleransi kemiringan tidak boleh lebih dari 5%. Untuk daerah pegunungan yang topogrfinya curam dapat diperlakukan dengan pembuatan terasering.
6. Tenaga kerja mudah.
7. Terhindar dari pengembalaan.

3.2. Pembuatan Bibit Secara Generatif

3.2.1. Pengecambahan

1. Media tabur menggunakan pasir steril yang telah dijemur dibawah sinar matahari selama 1 hari, atau dapat juga disemprot dengan fungisida (Benlate).
2. Media kecambah (pasir) ditempatkan pada bak tabur dan jangan sampai dipadatkan.
3. Benih ditanam dengan bekas tangkainya dibawah, ditekan kedalam media sedalam 2 cm kemudian ditimbun.
4. Penyiraman dilakukan agar media menjadi basah, dan pada benih jati akan terjadi proses pengecambahan.
5. Pada hari ke 23 sampai hari ke 27, umumnya 20% biji jati mulai berkecambah. Perkecambahan hingga 70% dari keseluruhan biji yang ditanam tercapai antara hari ke 44 hingga hari ke 47.

3.2.2. Penyapihan

1. Media sapih dianjurkan menggunakan tanah + pasir + kompos (perbandingan 7:2:1) menggunakan kantong plastik (polybag) yang digunakan adalah 10x15 cm.
2. Polybag ditempatkan secara teratur pada bedeng sapih yang tersedia idealnya ukuran 1x5 cm agar memudahkan dalam perawatan/pemeliharaan, dan lebih baik disediakan naungan.
3. Penyapihan dilakukan dengan hati – hati dengan tidak merusak perakaran dari semai.
4. Ketika bibit telah berumur 2 minggu, dilakukan pemupukan menggunakan NPK sebanyak 2 gram per polybag, atau kurang lebih setengah sendok teh.
5. Pemeliharaan di persemaian dilakukan meliputi penyiangan dan pemberantasan hama penyakit .
6. Setelah bibit berumur 3 bulan kondisinya sudah siap untuk ditanam di lapangan.


3.3 Pembuatan Bibit Secara Vegetatif

Beberapa keuntungan pembiakan tanaman secara vegetatif, yaitu;
1. Sifat genetis dapat dipertahankan sesuai dengan induknya.
2. Dapat memilih sifat unggul tertentu sesuai yang diinginkan, seperti pertumbuhan cepat, tahan terhadap hama penyakit, kemampuan adaptasi, dan sebagainya.

3.3.1. Teknik Okulasi

Okulasi dilakukan dengan cara menempelkan mata/tunas dari scion (tanaman yang diambil mata/tunasnya) pada tanaman yang akan diokulasi (rootstock) berasal dari tanaman jati asal semai biji yang memiliki perakaran sehat (tanaman yang ditempeli mata tunas).

Tahapan – tahapan kegiatan dalam pembuatan okulasi pada jati adalah :
1. Batang bawah dipilih dari bibit yang berumur 6 - 9 bulan dengan tinggi rata – rata 70 -100 cm dan diameter 0,6 -1,5 cm. Diameter bagian bawah disesuaikan dengan ukuran scion. Sekitar 7 cm dari atas pangkal leher (model forket sederhana) dibuat sayatan dengan panjang 3 - 5 cm dan lebar 1,5 cm.
2. Mata tunas (scion) dipilih dengan ukuran rootstock dan dalam keadaan dorman. Scion diambil pada cabang – cabang kecil/ranting – ranting sehingga ukurannya tidak terlalu besar dan daya tumbuhnya tinggi, pengambilan scion disarankan pada akhir musim kemarau/awal musim hujan.
3. Dengan memakai penutup parafilm, seluruh permukaan okulasi dapat ditutup rapat termasuk pada bagian scionnya. Tunas baru apabila telah keluar akan mampu menembus lapisan parafilm 2 minggu setelah penempelan scion. Scion segera ditempelkan pada rootstock dan diikat dengan parafilm plastik/tali rafia. Ikatan dimulai dari bagian bawah ke atas dan kembali ke bawah hingga di pangkal akar. Ikatan harus rapat agar air tidak masuk dan membusukan scion.
4. Bibit siap ditanam dalam media yang telah disiapkan dengan posisi batang miring.
5. Pemeliharaan dilakukan dengan menyirami dua kali sehari. Penyiraman dilakukan dengan menghindari air masuk pada daerah tempelan. Sampai bibit berumur 28 hari kelembaban udara dijaga agar tetap di atas 80% suhu udara 26 s/d 29ºC dengan intensitas cahaya 50%. Setelah bibit memiliki 2 s/d 3 pasang daun, ikatan rafia dapat dibuka secara bertahap. Setelah bibit berumur 35 hari, siap untuk dipindahkan ke lapangan.

3.3.2. Stek pucuk

Stek pucuk adalah metode perbanyakan vegetatif secara konvensional dengan menumbuhkan terlabih dahulu tunas – tunas axilar pada media persemaian sampai berakar sebelum dipindahkan ke lapangan.

Keberhasilan stek pucuk menurut beberapa penelitian dilaporkan Na’iem (2001) seperti Kijkar (1991,1992) Achmad (1993) dan Pollisco (1994) tergantung pada beberapa faktor dalam dan luar. Yang termasuk faktor di dalam di antaranya adalah tingkat ketuaan donor stek, kondisi fisiologi stek, waktu pengumpulan stek, dsb. Sedangkan yang termasuk faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan hormon pengatur tumbuh.
Tahapan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan stek pucuk :

1. Peralatan stek :

· Gunting stek untuk memotong batang stek, pisau atau cutter untuk memperhalus permukaan stek, timbangan analitik, cetok, sekop, ayakan pasir, gembor, sprayer.
· Tempat/bak stek yang memperhatikan drainase guna menghindarkan adanya genangan air (bak perakaran dengan ukuran 500x600x20 cm), plastik sungkup, ember plastik, bak palstik.
· Peneduh/sharlon dan sungkup untuk menjaga suhu dan kelembaban udara rata – rata 80% dalam bak serta mengurangi intensitas cahaya matahari secara langsung (+25 %).
· Label yang memadai untuk memberikan informasi yang jelas dari perlakuan yang digunakan dan tanggal pelaksanaan.
· Media yang sesuai untuk stek, yaitu media yang mampu menahan kelembaban air, cukup aerasi dan dapat menahan dengan baik kedudukan stek yang ditanam (media stek yaitu pasir, kompos, dan topsoil dengan perbandingan 2:2:1).
· Fasilitas penunjang diperlukan untuk memproduksi stek dalam jumlah besar dan jangka panjang, antara lain adalah pengaturan suhu, pengaturan naungan, pengaturan ventilasi, pengaturan penyiraman, dan pengaturan kelembaban ruangan yang dijalankan secara otomatis merupakan suatu hal yang menunjang keberhasilan pembuatan stek.

2. Medium stek
Umumnya media yang digunakan untuk penyetekan adalah media yang mampu menahan kelembaban air, cukup aerasi dan dapat menahan dengan baik kedudukan stek yang ditanam. Media tersebut dapat menggunakan pasir dan kompos dengan perbandingan 2:1 atau menggunakan pasir, kompos dan topsoil dengan perbandingan 2:2:1. Penempatan medium stek dapat menggunakan bak stek atau langsung menggunakan polybag yang selanjutnya ditempatkan pada bak stek permanen.

3. Metode Pengguntingan Stek
Pengguntingan dilakukan pada tunas – tunas yang tegak (orthotrop) pengguntingan pada setiap sumbu pokok atau tunas dilakukan pada sekitar 1 cm diatas mata/nodum (duduk daun) karena zat auksin yang membantu pertumbuhan jaringan baru terletek di bawah nodum tersebut. Pada prinsipnya setiap mata akan menghasilkan tunas baru asalkan dijaga pertumbuhan dominansi apikalnya. Pada cabang yang tertinggal disumbu pokok dibiarkan tumbuh sampai mempunyai 3 - 5 daun dewasa baru digunting ujung cabangnya. Daun pada stek dikurangi hingga tinggal 2/3 nya.

3. Metode pemberian hormon.
Pemberian hormon dalam bentuk IBA (Indole Buteric Acid), NAA (Naftalene Acetic Acid) dan IAA (Indole Acetic Acid), biasanya menggunakan konsentrasi 10 sampai 30 gram/liter dan direndamkan selama beberapa saat. Cara pembuatan hormon dalam bentuk larutan ini pertama – tama adalah melarutkan hormon dengan sedikit alkhohol kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit dengan pipet sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan.

Pemberian dengan cara bubuk dapat dilakukan dengan cara mencampur hormon tersebut dengan bubuk (talk) sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan dan langsung dioleskan pada stek secara langsung atau terlebih dahulu dibuat pasta.

5. Cara penanaman stek jati
Penanaman stek memerlukan syarat – syarat tertentu antara lain :
· Kelembaban tinggi (>80%), disemprotkan dengan sprayer 2x sehari (pagi dan siang).
· Suhu lingkungan berkisar antara 24 - 32ºC.
· Media tanah mempunyai aerasi yang baik dan terjaga kelembabannya dengan baik.
· Intensitas cahaya matahari yang masuk 25%.
Beberapa cara penanaman stek yang umum digunakan adalah :
· Penanaman langsung pada bedengan, dengan membuat gundukan di bawah rinbunan tanaman yang sengaja dibuat untuk peneduh dan akan lebih baik bila tanahnya disterilkan terlebih dahulu.
· Penanaman dengan menggunakan bak tabur. Umummnya media yang digunakan adalah dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk menahan air dengan baik dan drainase yang baik. Bak tabur dapat dilengkapi sungkup plastik dan jaring naungan untuk menjaga suhu dan kelembaban serta intensitas cahaya.
· Penanaman menggunakan polybag secara langsung yaitu dengan cara ditanami di bawah sungkup plastik yang diberi naungan. Penanaman stek dengan polybag lebih praktis dan efisien, karena stek yang berakar tidak perlu disapih lagi.

6. Pemeliharan dan penyapihan stek

Pemeliharaan stek terdiri atas penyiraman secara rutin pagi dan sore, penyiangan dari rumput/lumut serta penyemprotan dari hama dan penyakit. Penyapihan stek dilakukan apabila stek yang ditanam sudah berakar dan siap diaklimatisasi pada tempat di luar bedeng dengan intensitas cahaya yang bervariasi.

3.4. pembuatan kebun pangkas jati

Kebun pangkas adalah kebun yang digunakan sebagai sumber materi vegetatif dalam hal ini adalah bahan stek pucuk untuk pembuatan bibit jati.

3.4.1. Persiapan pembuatan kebun pangkas

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahapan persiapan dan pembuatan bedeng untuk kebun pangkas jati terdiri atas :

1. Pemilihan lokasi
· Tempatnya rata sampai agak miring, tidak tergenang air, dan mendapat cahaya sepanjang hari,juga mempunyai tanah yang subur dan gembur, serta lapisan tanahnya agak dalam dan tidak terdapat pohon besar.
· Lokasinya berada didekat persemaian.

2. Pembuatan bedeng
· Bedeng dibuat membujur arah utara selatan.
· Tanah dicampur pupuk kandang kompos yang digundukan.
· Ukuran bedeng disesuaikan dengan kebutuhan bibit dan jenis tanaman.
· Sekeliling bedeng dibuat parit (selebar 50 cm).
· Jarak antara tanaman dalam bedengan 1x1 meter dengan pembuatan guludan pada jalur tanaman tersebut berkisar antara 40-60 cm. Sebaiknya setiap 10 bedeng dibuatkan jalan angkutan dan jalan pemeriksaan.

3. Pengadaan medium
Komposisi media umum digunakan adalah tanah topsoil dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.

4. Pengisian bedeng
Bedeng yang sudah siap diisi dengan medium campuran setinggi 20-30 cm. Campuran medium hendaknya dilakukan secara merata untuk mendapatkan kesuburan dan kegemburan yang merata. Setelah bedeng terisi dengan medium hendaknya segera dilakukan penanaman bibit. Apabila bibit yang akan ditanam belum siap, pemeliharaan bedeng dilakukan dengan penyiraman 2x sehari dan pembersihan rumput dan tanaman lain secara periodik.

3.4.2. Pengadaan bibit bahan dasar kebun pangkas

1. Materi kebun pangkas

Materi yang baik untuk digunakan dalam kebun pangkas adalah menggunakan materi stek, kultur jaringan maupun grafting dari hasil eksplorasi dari pohon induk yang terpilih dan pohon plus hasil seleksi yang diketahui hasil identitasnya.


Selanjutnya stek yang dihasilkan dari kebun pangkas dapat juga digunakan sebagai bahan dasar kebun pangkas. Kelebihan kebun pangkas adalah materi yang digunakan sebagai biakan vegetatif menjadi lebih mudah (rejuvenasi). Berdasarkan penelitian jaringan yang muda memiliki presentase keberhasilan yang tinggi untuk membiakan vegetatif dibandingkan sumber yang lebih tua.

2. Ukuran bibit dan waktu penyiapan bibit

Pada umumnya ukuran bibit yang digunakan dalam kebun pangkas adalah bibit dengan jumlah daun 2 sampai 5 helai. Bibit sebagai materi kebun pangkas hendaknya sudah dipersiapkan 1 sampai 2 bulan sebelum pembuatan kebun pangkas .


3.4.3. Penanaman bibit di kebun pangkas

1. Seleksi bibit

Seleksi dilakukan dengan memilih bibit yang mempunyai pertumbuhan seragam, baik diameter, tinggi dan jumlah daun yang relatif sama.

2. Pembuatan jarak tanaman

Jarak tanam untuk kebun pangkas jati yang biasa digunakan adalah 1x1 m atau 1 setengah meter antar scion, 1 meter antar tanaman dalam guludan.

3. Pembuatan lubang tanam

Pembuatan lubang tanam lebih mudah karena bedeng telah diisi terlebih dahulu dengan tanah gembur 2030 cm. Lubang tanam dapat berukuran 20x20x30 cm, 30x30x30 cm, atau disesuaikan dengan ukuran kantong sapihan.

4. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan membuka kantong (polybag) secara hati – hati agar akar bibit tidak terganggu, kemudian bibit dimasukan ke dalam lubang tanam dengan posisi yang tegak lurus. Setelah berumur 50 bulan di lapangan, dipangkas setinggi 50 cm, kemudian dibiarkan bertunas sampai ketinggian tertentu untuk selanjutnya dirundukan. Fungsi dari perundukan untuk menghasilkan stek yang pertumbuhannya kearah apikal (keatas, bukan mendatar).

3.4.4. Pemeliharaan

1. Penyiraman

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari untuk mempertahankan temperatur dan kelembaban tanah.

2. Pembersihan

Pembersihan kebun pangkas dilakukan dengan pembebasan dari tanaman pengganggu dan daun – daun kering yang jatuh di dalam bedeng.

3. Pemupukan

Jenis pupuk yang bisa digunakan adalah pupuk NPK dengan dosis yang disesuaikan dengan keadaan tanah. Umumnya pupuk yang digunakan berkisar antara 20 – 50 gram pertanaman, atau kurang lebih 2- 5 sendok teh.

4. Pemberantasan hama

Pemberantasan hama dapat dilakukan dengan menggunakan intektisida yang bersifat sistemik (mematikan fungsi pada jaringan serangga), misalnya menyerang sistem pencernaan/pernafasan/saraf.
Gambar 5. Kebun pangkas jati di lapangan dan sungkup

5. INFORMASI SUMBER BENIH

Sumber benih adalah suatu individu atau tegakan baik yang tumbuh secara alami (hutan alam) ataupun yang ditanam (hutan tanaman) yang digunakan (ditunjuk, dibangun sebagai sumber benih). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 85/Kpts-II/2001, ada 6 klas atau kategori sumber benih tanaman hutan sebagai berikut :

1. Zona pengumpulan benih

adalah suatu wilayah atau kelompok wilayah di dalam hutan yang memiliki ekologis (ketinggian tempat, arah kemiringan dan iklim) yang seragam. Di dalam wilayah ini terdapat tegakan yang asli setempat dan merupakan atau sumber benih geografik.

2. Tegakan benih teridentifikasi

adalah tegakan alam atau tanaman dengan kualitas rata – rata dan digunakan untuk menghasilkan benih, dimana sebaran lokasinya dengan tepat dapat teridentifikasi.

3. Tegakan benih terseleksi

adalah suatu tegakan alam atau tanaman dengan pohon fenotipe supperior untuk sifat – sifat yang penting (pohon lurus, percabangan ringan dan lain – lain) dan digunakan untuk menghasilkan benih.

4. Areal produksi benih

adalah suatu wilayah tegakan benih terseleksi yang kemudian ditingkatkan kualitasnya melalui penebangan pohan – pohon yang interior.

5. Tegakan benih provenan

adalah tegakan yang dibangun dari benih yang provenannya telah teruji dan diketahui superioritasnya.

6. Kebun benih

adalah suatu tegakan yang dibangun secara khusus, untuk keperluan produksi benih.
Penggunaan benih dalam kegiatan penanaman sangat tergantung kepada sumber benih yang digunakan. Pengalaman di Thailand menunjukan bahwa penggunaan benih dalam kegiatan pananaman sangat tergantung kepada sumber benih yang digunakan. Pengalaman di Thailand menunjukan bahwa penggunaan benih jati yang berasal dari kualitas sumber benih yang berbeda memberikan peningkatan yang berarti sebagaimana yang dilaporkan oleh Kaosa-ard (1998) dalam Leksono (2001) sebagai berikut :

1. Penggunaan benih APB yang terbaik dapat meningkatkan volume 5 – 12% dibandingkan benih dari tegakan benih.

2. Penggunaan benih dari kebun benih klonal dapat menghasilkan peningkatan voleme 5 – 10% dibandingkan dengan APB.

3. Penggunaan benih dari kebun benih klonal dapat menghasilkan peningkatan volume sebesar 12% dibandingkan dengan tegakan benih.


DAFTAR PUSTAKA

Hardjodarsono, 1984. Jati ( Tectona grandis L.f. ), Yayasan Pengguna Fakultas Kehutanan UGM, Cetakan ke-4, Yogyakarta.

Hardjowigeno,S., 1987. Ilmu Tanah, PT. Mediatama Perkasa, Jakarta.
Kaosard-ard, A., 1986. Teak ( Tectona grandis L.f. ) Natural Distribustion and Related Factor, Silvicultura 30:173 – 178.

Martin, Jhon H. et al, 1976. Principle of Field Crop Production, Mac Millan Publishing CO.Inc,New York.
Setyamidjaja.Djoehana, 1986. Pupuk dan Pemupukan, CV.Simplex,Jakarta.
Soerjono,R.,1984. Pemuliaan Jati di Thailand, Perhutani,Jakarta.

Sumarna, Yana.2003. Budidaya Jati, Cetakan ke-3 PT. Penebar Swadaya, Jakarta. [Sumber]
◄ Newer Post Older Post ►