Kamis, 17 Maret 2011

Kepri Menjadi New Economy Centre

Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) diyakini akan tumbuh menjadi daerah ekonomi baru layaknya Singapura, ditunjang oleh letak geografisnya yang sangat satrategis dan fundamental ekonomi yang cukup kuat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi setiap tahun diatas rata rata nasional atau lebih dari 6,7 persen.




Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, Provinsi Kepulauan Riau punya potensi untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia yang sejajar bahkan bisa menyaingi Singapura.

"Tempat kita ini (Kepri) adalah satelit Singapura. Kita akan menjadi new economy center," katanya saat membuka rapat kerja di Bandar Udara Raja Haji Fisabillillah, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Minggu (27/2).

Untuk mencapainya, semua pihak harus bekerja keras membangun ekonomi Kepulauan Riau. Pembangunannya harus mengakomodir kepentingan lokal, yaitu peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Selain itu, kepentingan nasional juga harus dipenuhi dalam bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Presiden Yudhoyono juga meminta pembangunan Kepulauan Riau memperhatikan empat sasaran utama, yaitu pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tenaga kerja, pengurangan kemiskinan, dan pemeliharaan lingkungan.

Sekretaris Dewan Kawasan FTZ BBK (Batam, Bintan dan Karimun), Jon Arizal mengatakan, memang dibutuhkan kerja keras untuk menjadikan Kepri sebagai pusat ekonomi baru dan Pemerintah pusat telah memulainya dengan menjadikan tiga daerah di Kepri yakni Batam, Bintan dan Karimun sebagai daerah perdagangan dan pelabuhan bebas.

Status sebagai daerah perdagangan dan pelabuhan bebas bagi tiga daerah di Kepri telah menarik investor global untuk menanamkan modalnya, dan tahun 2011 ini diproyeksikan sekitar 600 juta dollar AS modal asing akan masuk ke Kepri khususnya ke wilayah BBK.

“Tahun 2011 ini diharapkan BBK mampu menyerap nilai investasi 600 juta dolar AS atau dua kali lipat dari 2010 sekitar 300 juta dolar AS,” katanya.

Selain investor asing, Jon juga menyebut banyak investor dalam negeri yang menanamkan modalnya di wilayah BBK, dan setiap tahun volumenya cenderung meningkat.

Jon menyadari bahwa untuk membangun ekonomi di wilayah Kepri masih membutuhkan arus modal terutama dari luar negeri yang saat ini sedang mencari tempat menarik dan menguntungkan untuk berinvestasi. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan senantiasa melakukan promosi dan menyiapkan infrastruktur yang berkualitas untuk menarik investor ke Kepri.

Maraknya arus modal yang masuk Kepri berdampak positif terhadap laju Laju perekonomian Kepulauan Riau, dan di kuartal akhir 2010 angkanya mengalami tren ekspansif dengan pertumbuhan sebesar 6,27 persen (year-on-year), hal ini relatif meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,12 persen.

Dengan demikian laju pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diestimasi sebesar 7,21 persen. Pertumbuhan ekonomi itu di akselerasi oleh perbaikan kinerja ekspor yang tumbuh sebesar 10,5 persen, menggantikan dominasi komponen konsumsi rumah tangga sebagai faktor penggerak utama perekonomian makro regional. Secara tahunan, kinerja ekspor menguat tajam dari mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,99 persen di tahun 2009, menjadi tumbuh 7,31 persen sepanjang tahun 2010

Dari sisi produksi, sektor industri pengolahan masih mendominasi perekonomian Provinsi Kepulauan Riau yakni sebesar 46,8 persen. Aktivitas sektor industri pada triwulan IV-2010 diestimasi tumbuh 6,38 persen, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,71 persen. Sepanjang tahun 2010 sektor ini mengalami ekspansi ekonomi sebesar 7,06 persen dibanding tahun sebelumnya.

Wakil Ketua Komisi XI (Keuangan Negara, Perbankan dan Perencanaan Pembangunan) DPR RI yang berasal dari Provinsi Kepri, Harry Azhar Azis mengatakan, untuk mempercepat pembangunan ekonomi di Kepri maka pemerintah harus mengoptimalkan peran FTZ BBK.

“Perdagangan bebas atau free trade lebih banyak positif daripada negatifnya bila dikelola dengan baik. Kawasan bebas dengan insentif perpajakan dan kepabeanan akan mendorong investasi jangka panjang agar pembangunan berkelanjutan, terutama Investasi yang bersifat Foreign Direct Investment (FDI),” katanya.

Untuk itu, beberapa permasalahan terkait FTZ harus segera diselesaikan seperti revisi PP no 2 tahun 2009 tentang pelaksanaan FTZ yang hingga saat ini masih dibahas di Jakarta, padahal aturan tersebut sangat dibutuhkan investor sebagai landasan hukum berinvestasi di BBK.

Menurut Harry, pemerintah harus mengoptimalkan peran FTZ untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Kepri. Selain itu, dibutuhkan beberapa kebijakan lanjutan yakni, pertama mengembangkan komponen barang-barang modal dengan kemampuan dalam negeri.

Daya dukung sumberdaya (endowment) Indonesia sangat besar, sumber daya alam dan manusia. Dalam jangka panjang, efek substitusi (substitution effect) dan efek income (income effect) akan terjadi akibat pengurangan komponen biaya produksi.

Kedua, perlu dikembangkannya infrastruktur maritim dengan regulasi pendukung sehingga menunjang pelayaran dalam negeri. Ketiga, Perlu perbaikan infrastruktur darat dan pelabuhan agar konsentrasi industri di kawasan BBK menyebar. Dukungan pemerintah pusat diperlukan seluruh kawasan FTZ. Keempat, pemerintah pusat dan daerah harus makin terbuka dan profesional sehingga checklist masalah dan key strategy harus dijelaskan dengan transparan. Regulasi harus konsisten dengan perilaku birokrasi agar tercipta kepastian hukum.

Menurut Harry, Pemasalahan infrastruktur seperti kebutuhan listrik, sarana transportasi di darat maupun laut menjadi pemicu utama terhambatnya arus distribusi barang. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya pembangunan infrastruktur dari pemerintah pusat dan daerah dengan mengedepankan prinsip good governance. Dengan demikian Kepri akan bisa menjadi pusat pertumbuhan baru di Indonesia.

Gubernur Kepri, H. M Sani mengatakan, untuk mempercepat proses pembangunan ekonomi di Kepri dibutuhkan peran Pemerintah pusat yang lebih besar. Selain itu, Pemerintah pusat juga diminta untuk membantu mempercepat penyelesaiaan beberapa persoalan.

Sani menyebut ada empat persoalan yang dihadapi Pemprov Kepri, Pertama, meminta Presiden menambah bantuan infrastruktur sektor perikanan dan kelautan di Kepri. Kedua, memberikan bantuan pengelolaan pulau terluar atau terdepan yang ada di wilayah Kepri. Ketiga, segera mengesahkan Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah) menjadi universitas negeri, dan keempat, meminta hasil revisi Peraturan pemerintah (PP) Nomor 2 tahun 2009 tentang kepabeananan segera diterbitkan.

Menurut Sani, Sektor perikanan dan kelautan Kepri, hingga kini belum banyak memberi kontribusi. Namun, beberapa program bantuan buat nelayan dan masyarakat pesisir telah dilakukan.

“Jika berharap bantuan daerah saja, tentu kurang. Karena itu, kami berharap pusat menambah bantuan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Penanaman Modal Badan Pengusahaan (BP) Batam Yayan Achyar mengatakan, iklim investasi di Kepri khususnya di kawasan BBK sudah sangat kondusif. Itu terlihat dari antusias investor asing untuk menanamkan modalnya di Kepri.

“Ada sekitar 114 proposal investasi ke kawasan BBK sejak 2010 hingga Februari ini,” katanya.

Menurutnya, ada sekitar 114 rencana investasi yang diajukan investor asing ke kawasan BBK dan sebagian besar berasal dari Singapura kemudian dari Malaysia, Korea, Jepang, Eropa dan Amerika Serikat.

Sayangnya, kata dia masih ada investor yang belum merealisasikan rencana tersebut disebabkan masih terdapat ganjalan untuk berinvestasi di Kepri.

Selain belum rampungnya revisi PP no 02 tahun 2009, kata Yayan birokrasi juga masih menghambat. Khususnya peraturan perijinan yang belum diserahkan seluruhnya ke daerah seperti ijin Angka pengenal impor produsen dan Nomor Induk Kepabenan atau NIK yang masih harus di urus ke Jakarta. Padahal dua aturan tersebut sangat penting bagi investor untuk mengekspor atau impor barangnya. (gus).
◄ Newer Post Older Post ►