Kamis, 17 Maret 2011

Pengaruh Visibilitas Obligasi, Perbedaan Opini, Dan Asimetri Informasi Terhadap Likuiditas Obligasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (EKN-139)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal sendiri (saham) yang diterbitkan pemerintah dan perusahaan swasta (Husnan, 1994). Pasar modal telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi di berbagai negara.


Perkembangan pasar modal yang pesat memiliki peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian karena pasar modal memiliki dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan (Ang, 1997). Dalam melaksanakan fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang surplus dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Sementara dalam melaksanakan fungsi keuangan, pasar modal menyediakan dana yang dibutuhkan oleh pihak yang memerlukan dana, dan pihak yang memiliki kelebihan dana dapat ikut terlibat dalam kepemilikan perusahaan tanpa harus menyediakan aktiva riil yang diperlukan untuk melakukan investasi (Bachri, 1997 dikutip oleh Krisnilasari, 2007).

Kehadiran pasar modal sangat penting bagi perusahaan dan investor. Perusahaan sebagai pihak yang membutuhkan dana dapat menghimpun dana melalui pasar modal dengan menjual sahamnya kepada publik atau menerbitkan surat hutang (obligasi), sedangkan investor sebagai pihak yang memiliki dana
dapat mempergunakan pasar modal sebagai salah satu alternatif investasi guna
memperoleh keuntungan. Perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal dapat memberikan imbal hasil berupa dividen atau dapat memberikan bunga berupa kupon apabila menerbitkan obligasi. Namun tentu saja sebelum melakukan penjualan saham ataupun menerbitkan obligasi, perusahaan perlu melakukan perhitungan terlebih dahulu dengan membandingkan berbagai alternatif yang dapat ditempuh sebagai sumber pendanaan perusahaan karena setiap kebijakan yang ditempuh akan memberikan keuntungan dan kerugian (Hartono, 1998).

Selain bermanfaat bagi perusahaan, pasar modal juga akan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana yang berkeinginan menginvestasikan dana tersebut ke instrumen investasi yang telah ada pada saat ini. Para pihak yang memiliki kelebihan dana tersebut atau seringkali disebut dengan investor, dapat memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk menyalurkan dana yang menganggur, sehingga diperoleh tambahan penghasilan berupa perolehan investasi, dalam bentuk peningkatan nilai modal (capital gain) dan laba hasil usaha yang dibagikan (dividen) untuk investasi di pasar saham dan bunga (coupon) untuk investasi di pasar obligasi (Krisnilasari, 2007).

Obligasi adalah efek pendapatan tetap yang diperdagangkan di masyarakat dimana penerbitnya setuju untuk membayar sejumlah bunga tetap untuk jangka waktu tertentu dan akan membayar kembali jumlah pokoknya pada jatuh tempo (Ang, 1997). Penerbit obligasi bisa perusahaan swasta, BUMN, atau pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah (Krisnilasari, 2007). Salah satu jenis obligasi yang diperdagangkan di pasar modal saat ini adalah obligasi kupon
(coupon bond) dengan tingkat bunga tetap (fixed) selama masa berlaku obligasi (Astuti, 2003). Obligasi merupakan janji pihak penerbit kepada pihak pembeli obligasi untuk membayar sejumlah bunga dalam periode waktu tertentu dan membayar nilai nominal obligasi pada waktu jatuh tempo.

Penerbitan obligasi merupakan salah satu keputusan penting yang diambil oleh pengelola perusahaan dalam rangka mendapatkan modal untuk kebutuhan usahanya. Dalam prakteknya, pengelola perusahaan akan membandingkan berbagai alternatif yang ada untuk memperoleh dana yang dibutuhkan perusahaan. Pada saat suku bunga (SBI/BI rate) turun maka mereka akan cenderung memilih untuk menerbitkan obligasi karena biaya modalnya relatif lebih kecil dibandingkan menjual sahamnya yang memiliki potensi menyebabkan penurunan kepemilikannya karena dijual ke publik (Krisnilasari, 2007). Pertimbangan utama yang mendasari pemilihan perusahaan swasta untuk menerbitkan obligasi sebagai alternatif pendanaan jangka panjang karena tingkat bunga obligasinya lebih rendah daripada tingkat bunga pinjaman bank (Nurfauziah dan Setyarini, 2004).

Brigham (1996) dalam Krisnilasari (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan bagi perusahaan dalam menggunakan hutang jangka panjang (obligasi) yaitu: (1) biaya modal setelah pajak yang rendah, (2) bunga yang dibayarkan merupakan pengurang pajak penghasilan, (3) melalui financial leverage dimungkinkan laba per lembar saham akan meningkat, (4) kontrol terhadap operasi perusahaan oleh pemegang saham tidak mengalami perubahan.
Husnan (1998) mengilustrasikan bahwa sumber pencarian dana melalui obligasi akan lebih menguntungkan dibanding melalui lembaga perbankan.

Husnan (1998) mencontohkan, bahwa jika perusahaan meminjam dari bank, perusahaan mungkin harus membayar bunga 18% pertahun. Perusahaan dapat menerbitkan obligasi dengan coupon rate hanya 15% pertahun dan terjual dengan harga sama dengan nilai nominal, maka perusahaan dapat menghemat biaya dana (cost of debt) sebesar 3%. Pembeli obligasi yakni investor memperoleh manfaat karena mereka dapat memperoleh keuntungan sebesar 15% pertahun. Tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga deposito (13%). Tetapi investasi obligasi tidak lagi menarik manakala coupon rate lebih rendah dari tingkat bunga deposito karena coupon rate obligasi bersifat fluktuatif apabila jenis obligasi suku bunga mengambang (floating rate).

Disamping adanya alasan mengenai kepastian akan return yang diterima dan juga tingkat risiko yang rendah, ada beberapa alasan lain yang mendukung mengapa para investor memilih investasi pada obligasi. Faerber (2000) menyatakan bahwa investor memilih berinvestasi pada obligasi dibanding saham karena dua alasan, yaitu: (1) volatilitas saham lebih tinggi dibanding obligasi, sehingga mengurangi daya tarik investasi pada saham, dan (2) obligasi menawarkan tingkat pengembalian yang positif dengan pendapatan tetap (fixed income), sehingga obligasi lebih memberikan jaminan dibanding saham.

Investor yang membeli obligasi perusahaan (corporate bond) tentunya akan memperoleh keuntungan atau yield. Namun demikian pemilihan obligasi tentunya tetap mengacu pada preferensi investor untuk lebih memilih tingkat yield yang lebih tinggi yang dihasilkan obligasi perusahaan dan juga keadaan di
lapangan yang jarang mengindikasikan adanya risiko gagal bayar pada perusahaan yang menerbitkan obligasi.
Preferensi investor ini juga didukung oleh alasan adanya rating yang dimiliki oleh setiap perusahaan emiten yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat efek seperti Moody’s, Standard & Poor, Kaznic maupun PEFINDO yang ada di Indonesia. Peran peringkat obligasi menjadi penting karena memberikan pernyataan yang informatif dan memberikan sinyal tentang profitabilitas default utang perusahaan. Kualitas suatu obligasi dapat dimonitor dari informasi peringkatnya (Almilia dan Devi, 2007). Semakin tinggi peringkat, semakin menunjukkan bahwa obligasi tersebut terhindar dari risiko default (Setyapurnama dan Vianey, 2005).

Berdasarkan perkembangan perdagangan pasar obligasi tersebut, tentunya perlu diketahui bagaimana sebenarnya persepsi investor selama melakukan investasi pada obligasi perusahaan. Persepsi investor terhadap obligasi perusahaan dapat dicerminkan oleh likuiditas dari suatu obligasi perusahaan. Likuiditas surat berharga dapat diukur dari besar kecilnya volume perdagangan surat berharga tersebut. Likuiditas obligasi menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut karena likuiditas dapat menjadi cerminan dari pertimbangan investor untuk berinvestasi pada obligasi perusahaan. Pada umumnya obligasi yang diterbitkan di Indonesia dicatat pada Bursa Efek Indonesia yang transaksinya umumnya masih terjadi secara OTC (over-the-counter market).

Likuiditas menunjukkan kemampuan untuk membeli atau menjual sekuritas tertentu secara cepat (marketability) dan pada harga yang tidak
terlampau berbeda dengan harga sebelumnya, dengan asumsi tidak ada informasi baru yang timbul (Price Continuity). Dalam pasar modal yang likuid, penjualan suatu sekuritas dapat dilaksanakan dengan cepat tanpa menimbulkan execution cost. (Woodley, 2007).

Likuiditas merupakan suatu pertimbangan penting bagi investor dan penerbit. Investor bersedia membayar premi untuk aset yang lebih likuid, sehingga berdampak pada keamanan pengembalian dan biaya modal bagi perusahaan (Amihud dan Mendelson (1986, 1991); Brennan dan Subrahmanyam (1996); Longstaff, dkk (2005) dalam Woodley (2007)). Perdagangan yang lebih sering menghasilkan lebih banyak informasi digabungkan kedalam harga sekuritas, membuat pasar lebih likuid secara informational efisien (Holmstrom dan Tirole, 1993 dikutip oleh Woodley, 2007).

Dalam perdagangan sekuritas, investor yang berkeinginan untuk membeli atau menjual sesuai dengan harga yang diinginkan tidaklah selalu memperoleh harapan tersebut secara simultan, keinginan investor tersebut teralirkan dalam waktu yang cukup lama pada harga pasar yang sebenarnya (market-clearing price atau true price) (Hamilton, 1991 dikutip oleh Fatmawati dan Asri, 1999). Oleh karena itu, market makers baik dealer maupun broker berusaha untuk mengatasi adanya ketidaksamaan tersebut terhadap order investor. Dealer dan broker dapat dikatakan sebagai perantara perdagangan sekuritas yang dilakukan individu secara tidak langsung. Broker akan melakukan transaksi atas nama investor untuk mendapatkan komisi. Sedangkan dealer melaksanakan transaksi untuk memperoleh keuntungan sendiri. Market makers memperoleh kompensasi karena
aktivitasnya membeli dilakukan pada saat harga beli (bid price) lebih rendah daripada true price dan menjual saham atau obligasi pada saat harga jual (ask price) lebih tinggi dari true price (Stoll, 1989 dikutip oleh Fatmawati dan Asri,
1999). Perbedaan antara bid price dan ask price disebut dengan bid-ask spread (Jaffe dan Winkler, 1976 dikutip oleh Fatmawati dan Asri, 1999). Jadi, dapat dilihat juga bahwa obligasi yang dilakukan oleh market makers memperoleh kompensasi dari aktivitasnya membeli obligasi pada saat harga beli (bid price) lebih rendah daripada true price dan menjual obligasi pada saat harga jual lebih tinggi dari true price. Perbedaaan antara bid price dan ask price disebut dengan bid-ask.

Ukuran umum dari asimetri informasi dalam pasar modal adalah bid-ask. Barclay, dkk (1998) dan Chordia, dkk (2000) dalam Woodley (2007) mendokumentasi korelasi negatif antara bid-ask spread dengan volume perdagangan, sementara Amihud dan Mendelson (1986), Atkins dan Dyl (1997), dan Grullon, dkk (2004) (dikutip oleh Woodley, 2007) menunjukkan bahwa ada korelasi negatif antara bid-ask spread dan turnover. Untuk memperluas bid-ask atas asimetri informasi mengenai perusahaan, bid-ask ekuitas permintaan harus memiliki jumlah asimetris informasi tentang utang perusahaan juga. Perusahaan dengan ekuitas yang lebih besar dari bid-ask diharapkan memiliki penurunan aktivitas perdagangan di pasar obligasi. Sehingga dengan adanya asimetri informasi yang diproksi dari bid-ask bisa mempengaruhi dari nilai yang dimiliki oleh bid-ask tersebut karena dengan adanya perbedaan informasi yang di dapat
dari agent dengan principal bisa memanipulasi nilai dari bid-ask yang dilakukan
agent untuk menarik para investor.

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas obligasi perusahaan masih jarang dilakukan di Indonesia. Hal ini bisa dimaklumi karena instrumen obligasi di Indonesia masih terbilang baru, dan juga transparansi serta pelaporan mengenai transaksi yang dilakukan oleh investor pada obligasi perusahaan dalam pasar obligasi tidak dipublikasikan secara umum kepada masyarakat layaknya pasar saham ataupun laporan keuangan (terjadi secara over- the-counter market). Direktori mengenai pasar obligasi pun baru ada mulai tahun
2008. Selain adanya berbagai fenomena yang terjadi di lapangan, berbagai penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dari pihak asing maupun dari dalam negeri masih terdapat inkonsistensi hasil-hasil penelitian.

Sebaliknya, literatur tentang likuiditas pasar obligasi perusahaan jarang memberikan kejutan. Perkembangan yang masih tertinggal dari literatur likuiditas obligasi perusahaan disebabkan oleh kurangnya data yang tersedia. Mayoritas aktivitas pasar perdagangan obligasi perusahaan terjadi secara over-the-counter market yang artinya pasar bursa dimana harga dari sekuritas ditentukan dengan cara negosiasi (tawar-menawar) antara investor dan dealer yang dihubungkan melalui jaringan komunikasi dimana over-the-counter market tidak mempunyai suatu tempat tertentu untuk perdagangan sekuritas seperti hall pada bursa efek (Ang, 1997), hal ini berarti sistem pelaporan pada over-the-counter market bersifat sukarela dan informasi sistem ini hanya terbatas untuk kepentingan sendiri yang transaksinya tidak dipublikasikan secara umum kepada masyarakat
sehingga catatan transaksi melalui over-the-counter market tidak tercatat di bursa efek utama yang mengakibatkan transaksi yang terjadi tidak resmi karena ada transaksi yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Akibatnya, pekerjaan sebelumnya telah difokuskan pada segmen kecil pasar dengan beberapa data yang tersedia termasuk transaksi perusahaan asuransi, hasil obligasi tinggi, dan catatan jangka menengah penerbitan baru.

Woodley (2007) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas obligasi perusahaan dan menunjukkan bahwa aktivitas perdagangan bergantung pada visibilitas obligasi, pendapat opini, dan asimetri informasi. Dimana visibilitas obligasi yang diproksi dengan umur penerbitan, ukuran penerbitan, kapitalisasi pasar, dan penerbitan outstanding; perbedaan opini yang diproksi dengan perkiraan analis dispersi, peringkat kredit, dan beta; dan asimetri informasi yang diproksi dengan analis ekuitas, rating S&P, industri teknologi tinggi, dan bid-ask spread. Hasil dari penelitian Woodley (2007) membuktikan bahwa umur penerbitan, ukuran penerbitan, kapitalisasi pasar, penerbitam outstanding, peringkat kredit, beta, analis ekuitas, rating S&P, dan bid-ask spread berpengaruh terhadap likuiditas obligasi, sedangkan perkiraan analis dispersi dan industri teknologi tinggi tidak berpengaruh terhadap likuiditas obligasi.

Sedangkan penelitian ini yang mengacu pada penelitian Woodley (2007) dalam menguji faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas obligasi bergantung pada visibilitas obligasi, perbedaan opini dan asimetri informasi. Dimana visibilitas obligasi yang diproksi dengan umur obligasi, ukuran obligasi, dan kapitalisasi pasar obligasi; perbedaam opini yang diproksi dengan rating obligasi;
dan asimetri informasi yang diproksi dengan bid-ask. Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan Woodley (2007) dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini menggunakan umur obligasi dengan melihat term to maturty, ukuran obligasi dengan melihat nilai par dari obligasi, kapitalisasi pasar obligasi dengan melihat harga obligasi dikalikan dengan jumlah obligasi yang diterbitkan, rating obligasi dengan melihat definisi yang dikeluarkan oleh PT. PEFINDO, dan bid- ask dengan menilai perbedaan harga penawaran beli tertinggi dengan harga permintaan jual terendah. Sedangakan pada penelitian Woodley (2007) menggunakan umur penerbitan dengan melihat jumlah obligasi setelah beredar pada hari pertama, ukuran penerbitan dengan melihat nilai par dari jumlah outstanding untuk obligasi pada hari pertama bulan tertentu, kapitalisasi pasar dengan melihat perusahaan menerbitkan obligasi pada hari pertama bulan tertentu, peringkat kredit dengan melihat peringkat kredit yang dikeluarkan oleh Standard
& Poor’s Corporation, dan bid-ask spread dengan melihat rata-rata ekuitas bid- ask dari perusahaan yang menerbitkan obligasi pada bulan tertentu.

Penelitian ini akan menggunakan data transaksi obligasi perusahaan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas obligasi perusahaan. Secara khusus, penelitian ini mencoba untuk menentukan apakah perbedaan dalam aktivitas perdagangan obligasi perusahaan didorong oleh perbedaan dalam setiap visibilitas obligasi, perbedaan opini, dan asimetri informasi sebagaimana yang pernah diteliti oleh Woodley (2007). Penerbitan obligasi lebih terlihat ke pasar karena mereka baru-baru ini diterbitkan, dikeluarkan oleh perusahaan besar, atau bagian dari pengalaman penerbit yang memiliki turnover lebih besar.

Likuiditas obligasi diukur dengan menggunakan perdagangan obligasi perusahaan. Seperti halnya perdagangan dalam sekuritas, juga dapat dimotivasi oleh visibilitas dan informasi (Woodley, 2007). Investor memilih perdagangan untuk berbagai alasan. Untuk panduan analisis ini, dapat mengidentifikasi tiga pertimbangan utama untuk perdagangan: visibilitas obligasi, perbedaan opini, dan asimetri informasi. Woodley (2007) mengidentifikasi variabel penjelas untuk menguji dampak dari setiap motivasi potensial pada likuiditas obligasi yang diukur dengan volume perdagangan obligasi.

Obligasi terlihat memiliki turnover lebih besar dan probabilitas yang lebih tinggi dari perdagangan yang dilaksanakan pada waktu bulan tertentu, sementara penerbitan obligasi yang lebih cenderung menjadi subjek asimetri informasi perdagangan kurang sering terlaksana dan jumlahnya lebih rendah. Selain itu, penerbitan obligasi tentang dimana pilihan investor lebih cenderung sering pada penyimpangan perdagangan. Secara kolektif hasil ini menyiratkan bahwa investor obligasi perusahaan cenderung berdagang dalam penerbitan obligasi yang terkenal atau penerbitan obligasi yang dianggap salah nilai, selama berada jauh dari penerbitan obligasi yang mungkin untuk menarik investor dengan informasi non publik (Woodley, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Houweling, et al. (2003) yang meneliti mengenai hubungan beberapa faktor dengan likuiditas obligasi. Beberapa variabel yang diteliti adalah jumlah obligasi yang diterbitkan, kupon, harga yang hilang, volatilitas harga, jumlah kontronusi dan dispersi yield. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh variabel jumlah obligasi yang diterbitkan, kupon, harga yang
hilang dan dispersi yield sedangkan volatilitas harga dan jumlah kontronusi tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Penelitian Wang (2009) yang menguji hubungan antara likuiditas obligasi dengan bid-ask spread obligasi mendapatkan bahwa likuditas obligasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap spread obligasi. Namun demikian, pengaruh bid-ask terhadap likuiditas obligasi belum diteliti.

Penelitian Choudhry (2009) mendapatkan bahwa likuditas pasar dapat dipengaruhi oleh tingkat spread, volatilitas pasar, dan penerbitan obligasi benchmark. Pada waktu ada koreksi pasar atau ketidakstabilan, otoritas akan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam pengambilan kebijakan pasarnya.
Penelitian ini mengacu pada model penelitian yang dilakukan oleh Woodley (2007) yaitu dengan mempertimbangkan bahwa volume perdagangan obligasi dapat dipengaruhi oleh visibilitas obligasi, perbedaan opini, dan asimetri informasi. Atas dasar pertimbangan mengenai penelitian Woodley (2007) tersebut serta adanya fenomena-fenomena yang terjadi di dalam pasar obligasi di Indonesia mengenai faktor yang berpengaruh terhadap likuiditas obligasi. Dengan demikian, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Visibilitas Obligasi, Perbedaan Opini, dan Asimetri Informasi terhadap Likuiditas Obligasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
◄ Newer Post Older Post ►