Kamis, 17 Maret 2011

POHON KEBEN


Keben atau Barringtonia asiatica adalah pohon yang memiliki morfologi tumbuh tegak dengan batang tampak bekas tempelan daun yang besar. Daun membulat telur sungsang atau lonjong-membulat telur sungsang. Perbungaan berbentuk tandan dan letaknya diujung, jarang di ketiak, kelopak bunga hijau seperti tabung panjang, daun mahkota putih, menjorong, benang sari memerah di ujung, putik memerah di ujung. Buahnya membundar telur, menirus ke ujung, menetragonal tajam ke pangkal yang mengggubang, bila muda berwarna hijau setelah tua menjadi coklat.

B. asiatica banyak tumbuh di papuma di sekitar cafepapuma dan area camping ground. Buah sering terlihat mengapung sepanjang pantai. Mereka mengapung dan dapat tumbuh setelah menempuh perjalanan yang jauh. Bunga terbuka setelah matahari tenggelam dan rontok menjelang pagi, sehingga hanya terbuka satu malam saja. Penyerbukan kemungkinan dilakukan oleh ngengat besar. Barringtonia asiatica merupakan jenis litoral yang hampir ekslusif, pada beberapa daerah pohonnya dapat tumbuh jauh ke daratan pada bukit atau jurang berkapur, biasanya tumbuh pada pantai berpasir atau dataran koral-pasir, di sepanjang pantai atau rawa mangrove pada ketinggian 0-350 m di atas permukaan laut.

Di Indonesia, Filipina dan Indo-Cina, buah atau biji dipakai untuk racun ikan, sedangkan di Kepulauan Bismarck, biji segar diparut dan dibubuhkan langsung pada pegal-pegal. Biji yang kering dihaluskan, dicampur air dan diminum untuk batuk, flu, sakit dan radang tenggorokkan. Dibubuhkan secara eksternal pada luka atau limpa yang bengkak setelah terserang malaria. Di Australia, suku Aborigin menggunakannya untuk racun ikan dan kadang-kadang meredakan sakit kepala. Di Indo-Cina buah yang muda dimakan sebagai sayur setelah dimasak lama. Ditanam sebagai pohon peneduh di sepanjang jalanan utama sepanjang laut.

Jenis ini seringkali dikelirukan dengan Terminalia catappa atau Fagraea crenulata. Meskipun demikian, B.asiatica memiliki daun yang lebih berdaging, lebih mengkilat dan ujung yang lebih runcing dibandingkan dengan T.catappa. F. crenulata memiliki daun yang tumbuh berpasangan serta memiliki duri di sepanjang batangnya.


POHON PERDAMAIAN


DUA pohon keben tumbuh subur di halaman Bangsal Ponconiti, dekat regol barat Sri Manganti, Keraton Yogyakarta. Daun-daunnya rapat membentuk struktur tiara setinggi 15 meter. Maka, pohon pelambang pengayom kebenaran itu memberikan suasana sejuk dan berwibawa di halaman bangsal pengadilan keraton itu. Kini, jenis pohon istana itu memperoleh gelar baru. Presiden Soeharto sendiri yang menobatkan tumbuhan itu, 5 Juni lalu, sebagai pohon perdamaian. Dan bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup sedunia itu, Presiden menanam sebatang pohon perdamaian ini di halaman Istana Negara, Jakarta. Penetapan pohon keben sebagai simbol perdamaian sesuai dengan anjuran Badan Lingkungan Hidup PBB untuk menyerukan perdamaian dunia. Tahun ini memang ditetapkan sebagai tahun "Lingkungan Hidup dan Perdamaian". Indonesia memilih pohon keben, sedangkan Prancis kabarnya, memilih pohon anggur. Sedangkan Jepang menetapkan bunga sakura. Mengapa keben? Nama tumbuhan ini mempunyai makna "ngrungkebi atau merangkul kebenaran". Dalam mitologi Jawa jenis pohon dari suku Lethidaceae ini memang punya makna yang tinggi. "Sebagai lambang eksistensi negara yang agung dan bersih," tutur Drs. Atmadi Bramantio, staf Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tak mengherankan bila Sultan Hamengkubuwono I memerintahkan penanaman pohon keramat itu, 230 tahun lalu, di halaman Bangsal Ponconiti. Dalam usia yang hampir dua setengah abad, pohon yang konon diboyong dari hutan sekitar keraton ini masih tetap segar dan produktif. Pohon keben (Barringtonia asiatica Kurz,) memang punya pesona yang khas. Daunnya menggerombol di dekat pucuk ranting, berselang-seling besar kecil. Daun yang besar mencapai panjang 50 cm dan lebar 20 cm. Sekitar dua kali lipat luas daun yang kecil. Lembaran daun tumbuhan yang berhabitat di dataran rendah tropis basah ini berbentuk oval, dengan ujung runcing. Cabang dan ranting horisontal jarang terdapat. Percabangan merata ke semua arah. Daun-daun yang lebar dan rapat serta cabang yang menyebar, tentu, menjanjikan suasana teduh damai di sekitarnya. Yang sedap dipandang adalah bunganya, apalagi dalam jarak cukup jauh. Benang sari menjulur dari rongga di antara empat lembar mahkota bunganya, panjang, bisa mencapai 20 cm. Bagian bawah benang sari itu berwarna putih, bagian atas ungu kemerahan, dan kepala sarinya berwarna kuning cerah. Sepintas, sulur bunga jantan ini tampak seperti rumbai-rumbai yang meriah. Bunga yang mekar di malam hari masih punya pesona lain: menyebarkan bau wangi. Boleh jadi, pesona habitus dan kekayaannya akan perlambang menjadikan tumbuhan yang awet muda ini mampu menyabet gelar terhormat tahun ini. Dalam final, keben berhasil mengalahkan enam jenis pohon lain yang masuk daftar nominasi: pohon bunut kaloja (bodhi), tanjung, sawo kecik, nagasari, kepel, dan beringin putih. Dari sederet pohon ini, menurut Ir. Bambang Poerwono, staf Asisten Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH), keben paling dekat dengan simbol perdamaian: mengayomi, berwibawa, dan tak terlalu angker. Pohon keben boleh memiliki banyak perlambang. Tapi, dengan diangkatnya tumbuhan ini sebagai pohon perdamaian, akan meningkat pulakah arti ekonomis dan ekologisnya? Pihak KLH tampaknya belum banyak punya rencana untuk pohon ini. "Untuk tahap awal ini akan dilestarikan dulu dan diintroduksikan ke masyarakat luas," ujar Bamban, yang ikut mengumpulkan calon-calon pohon perdamaian ini. Peningkatan peran tumbuhan itu dalam program konservasi lingkungan dan pengembangan ekonomi, menurut staf KLH ini, tak bisa dilakukan dengan buru-buru. "Informasi ilmiahnya harus dihimpun dulu," tambahnya. Nah, informasi yang misalnya menyangkut laju pertumbuhan, kemampuan adaptasi, hubungan dengan hamapenyakit tanaman, atau pengaruhnya terhadap sifat fisika-kimia tanah - tampaknya belum banyak tersedia. Maka, KLH pun belum berani jauh-jauh menyiapkan program buat keben. Walau demikian, sudah terbukti, banyak pihak memperoleh manfaat langsung dari tumbuhan yang gemar hidup di tanah berpasir ini. Biji buah keben mengandung 3% minyak campuran yang terdiri dari Olein, Palmitin, dan Stearin. Oleh penduduk Ternate minyak ini digunakan sebagai bahan bakar lampu. Ekstraksi daunnya, kabarnya, bisa untuk menyembuhkan penyakit kulit. Dan perasan buah pohon itu mengandung senyawa beracun, yang bisa digunakan membuat ikan teler. Oleh sebab itu, sering digunakan sebagai tuba untuk menangkap ikan di sungai. Di Singapura dan Filipina, pohon ini mudah ditemukan di sepanjang jalan sekitar pantai, untuk peneduh jalan. Tajuknya yang lebar, rapat, dan tebal cocok untuk fungsi itu. Bibit keben tak terlalu sulit dicari di Indonesia. Hutan-hutan pesisir, di sekitar daerah tropis Asia-Pasifik, boleh dibilang senantiasa siap menyediakan bibit plasma nutfah itu. Kalaupun selama ini tumbuhan itu kurang populer, harap dimaklumi, keben belum masuk dalam daftar tanaman budi daya yang penting. Dalam waktu dekat ini, barangkali, keben akan mudah ditemukan. Namun, masih sulit diramalkan, adakah tumbuhan yang dalam habitat aslinya sering bertetangga dengan pohon nipah, ketapang, kelapa, dan pandan ini akan sepopuler lamtorogung, misalnya. Fungsi ekologis memang sering tak dipahami jika tak berkaitan dengan urusan dapur (Sumber http://majalah.tempointeraktif.com/i...35314.id.html#)

Baca Juga:
1. Pohon Sawo Kecik
2. Pohon Kepel
3. Pohon Kawis
4.Pohon Nagasari
◄ Newer Post Older Post ►