Selasa, 15 Maret 2011

Tujuh Dosa Sosial menurut Mahatma Gandhi

 
Mahatma Gandhi
Mohandas Karamchand Gandhi (2 Oktober, 1869-30 Januari, 1948), yang juga dipanggil Mahatma Gandhi (bahasa Sanskrit: “berjiwa hebat”) Beberapa dari anggota keluarganya bekerja pada pihak pemerintah. Saat remaja, Gandhi pindah ke Inggris untuk mempelajari hukum. Setelah dia menjadi pengacara, dia pergi ke Afrika Selatan, sebuah koloni Inggris, di mana dia mengalami diskriminasi ras yang dinamakan apartheid. Dia kemudian memutuskan untuk menjadi seorang aktivis politik agar dapat mengubah hukum-hukum yang diskriminatif tersebut. Gandhi pun membentuk sebuah gerakan non-kekerasan.
Gandhi adalah seorang pemimpin spiritual dan tokoh politik tersohor dari India. Pada masa kehidupan Gandhi, banyak negara yang merupakan jajahan Inggris. Penduduk di koloni-koloni tersebut mendambakan kemerdekaan agar dapat memerintah negaranya sendiri.
Gandhi saat di Afrika Selatan
Gandhi menemukan penindasan tidak hanya pada mereka yang membangkang, namun juga pada yang luka-luka dan meregang nyawa. Dalam catatan hariannya, Gandhi menulis, "Saat itu tak ada orang Eropa yang bersedia membantu membalut luka mereka. Kami harus membersihkan luka-luka orang Zulu yang tidak dirawat setidaknya setelah lima atau enam hari yang lalu, karena itu luka-lukanya membusuk dan sangat menakutkan. Kami menyukai pekerjaan kami." Situasi itu menjadi peletup kesadaran Gandhi bahwa kekerasan tak bisa diselesaikan dengan kekerasan. Bila mata dibalas dengan mata, semua manusia akan gelap mata. Kesadaran lain yang muncul saat itu adalah bahwa ia harus memberikan pelayanan terhadap semua manusia dengan segenap jiwa raganya.
Kesadaran ini diwujudkan dalam prinsip perjuangan: bramkhacharya (mengendalikan hasrat seksual), satyagraha (kekuatan kebenaran dan cinta), swadeshi (memenuhi kebutuhan sendiri) dan ahimsa (tanpa kekerasan terhadap semua makhluk). Setelah itu, Gandhi terus-menerus melakukan perlawanan kesewenang-wenangan dengan gerakan tanpa kekerasan. Misalnya, Gandhi menolak aturan diskriminatif dengan mogok makan, berjalan kaki bermil-mil, membuat garam sendiri ketika semua rakyat harus membeli garam dari pemerintah Inggris, dan sebagainya bagi Gandhi, hasrat seksual merupakan sumber dari kejahatan dan cenderung mementingkan diri sendiri, yaitu nafsu, amarah, dan agresi. Hasrat seksual dapat ditaklukkan melalui penolakan terhadap adanya pamrih yang selalu mengikuti perbuatan, untuk itulah ia bertekad menjalani prinsip bramkhacharya. Ketiadaan pamrih dapat dilakukan bila jiwa terikat pada prinsip Kebenaran Ilahiah. Inilah prinsip satyagraha, yaitu kepercayaan bahwa jiwa dapat diselamatkan dari kejahatan dunia, dan juga dapat memberikan pertolongan, sejauh jiwa itu senantiasa berada dalam pencariannya terhadap Tuhan melalui kebenaran dan hanya kebenaran. Swadeshi dapat diartikan dalam beberapa arti yang bermacam-macam oleh kaum politik India itu sendiri. Ada yang mengartikan sebagai suatu boikot tak mau membeli barang-barang buatan Inggris, yakni sebagi suatu taktikpejuangan menyerang.
Ketiadaan pamrih dapat dilakukan bila jiwa terikat pada prinsip Kebenaran Ilahiah.
Mahatma Gandhi pernah mengatakan bahwa ada tujuh hal yang menghancurkan kita. Kesemuanya berkaitan dengan kondisi sosial dan politik. Obat penangkal dari setiap “dosa besar” ini adalah suatu standar eksternal yang eksplisit atau sesuatu yang berdasarkan pada prinsip dan hukum alam, bukan pada nilai-nilai sosial.
Rumah Gandhi saat di afrika Selatan

Menurut Mahatma Gandhi, inilah tujuh dosa sosial yang meluluh lantakkan banyak sendi kehidupan:
   
1–Kekayaan tanpa kerja.
Ini mengacu pada praktek mendapatkan sesuatu tanpa modal atau usaha, hanya memanipulasi pasar, aset, orang dan barang, sehingga anda tidak harus bekerja atau menghasilkan nilai tambah. Sekarang banyak profesi yang berkenaan dengan menumpuk kekayaan tanpa bekerja, mengumpulkan banyak uang tanpa membayar pajak, mengambil keuntungan dari dana-dana pemerintah tanpa menanggung bagian beban keuangan yang wajar, dan menikmati semua keuntungan dari status suatu warga negara dan keanggotaan suatu badan hukum tanpa mau memikul resiko atau tanggung jawab apa pun. Ini semua didasarkan pada suatu rencana cepat kaya atau spekulasi yang menjanjikan pelakunya dengan iming-iming, “Anda tidak perlu bekerja untuk menjadi kaya.” Motif emosional yang utama adalah ketamakan.

2–Kenikmatan tanpa suara hati.
Pertanyaan utama dari orang yang belum matang, egois, dan suka kenikmatan adalah, “Apa manfaatnya bagi saya? Apakah ini akan menyenangkan saya? Apakah ini akan memudahkan saya?” Banyak orang mendambakan kenikmatan namun mengabaikan suara hati dan tanggung jawab, bahkan mereka melupakan atau meninggalkan sama sekali keluarganya dengan alasan mengerjakan urusan mereka sendiri. Mereka menganggapnya sebagai bentuk kemandirian. Tetapi kemandirian bukan keadaan yang paling dewasa, hanya sebuah posisi di tengah jalan menuju kondisi kesalingtergantungan - kondisi yang paling maju dan matang.
 
Pada 2008, Max Moein salah satu anggota DPR dari partai PDIP ini berfoto syur dengan wanita muda yang di sebut-sebut juga sebagai mantan sekretaris anggota DPR lainnya dari partai PKB Nursyahbani Kantjasungkana.

Kenikmatan tanpa suara hati merupakan salah satu godaan bagi para eksekutif saat kini. Banyak orang menganggap dirinya telah sukses lalu merasa bebas untuk melakukan apa yang diinginkannya. Mereka mencari kenikmatan. Padahal kenikmatan tanpa suara hati hanya menimbulkan luka dan sakit hati bagi orang-orang lain.
Suara hati adalah tempat bersemayamnya kebenaran dan prinsip-prinsip abadi monitor internal hukum alam. Belajarlah untuk memberi dan menerima, tidak hidup egois, peka, penuh perhatian. Jika tidak, maka tidak akan ada rasa tanggung jawab sosial dalam kegiatan-kegiatan kenikmatan kita.

3–Pengetahuan tanpa karakter.
Contoh nyata adalah sosok Jose Mourinho.
Bagaimanapun berbahayanya pengetahuan yang sempit, jauh masih lebih berbahaya pengetahuan tanpa karakter yang kuat dan berprinsip. Perkembangan intelektual yang murni tanpa perkembangan karakter internal yang sepada sama halnya dengan menyerahkan mobil sport bertenaga tinggi ke tangan remaja yang kecanduan obat bius. Sayangnya ada saja orang yang tak suka dengan pendidikan karakter, karena mereka menganggap, “Itu adalah urusan sistem nilai anda.” Tetapi anda bisa mendapatkan seperangkat nilai umum yang disetujui semua orang, bahwa kebaikan, keadilan, martabat, sumbangsih, dan integritas adalah patut untuk dipertahankan. Tak seorang pun akan menentang anda dalam hal ini. Jadi, marilah memulai dengan nilai-nilai yang tidak dapat dipertentangkan kemudian memasukkan nilai-nilai itu ke dalam sistem pendidikan, pelatihan dan pengembangan perusahaan kita. Marilah mencapai keseimbangan yang lebih baik antara perkembangan karakter dan intelektual.

4–Bisnis tanpa moralitas (etika).
Adam Smith, dalam bukunya Moral Sentiments, menjelaskan betapa mendasarnya dasar moral bagi keberhasilan sistem ekonomi; yaitu bagaimana kita saling memperlakukan satu sama lain, semangat untuk berbuat baik, melayani, memberi bantuan. Apabila kita mengabaikan dan membiarkan sistem ekonomi berjalan tanpa dasar moral serta tanpa pendidikan berkelanjutan, kita akan segera membentuk masyarakat dan bisnis yang tidak bermoral, kalau bukan asusila.
Bagi Adam Smith, setiap transaksi bisnis merupakan tantangan moral agar kedua belah pihak memperoleh hasil yang adil. Keadilan dan kemauan baik dalam bisnis adalah tiang penyangga sistem perdagangan bebas yang disebut kapitalisme. Sistem ekonomi kita merupakan hasil dari demokrasi konstitusional dengan pemenuhan hak-hak minoritas juga. Semangat menang-menang adalah semangat moralitas, semangat saling menguntungkan, semangat keadilan bagi semua yang terlibat.

5–Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan.
Perakitan misil bom nuklir.
Apabila ilmu pengetahuan semuanya menjadi teknik dan teknologi, ilmu pengetahuan dengan cepat akan merosot menjadi manusia melawan kemanusiaan. Teknologi berasal dari paradigma ilmu pengetahuan. Jika hanya sedikit sekali tujuan kemanusiaan yang ingin dicapai oleh teknologi, maka kita akan menjadi korban teknologi kita sendiri. Bagaimana pun teknologi harus bersandar pada dinding yang benar; yaitu kemanusiaan. Bila tidak, maka evolusi atau bahkan revolusi dalam ilmu pengetahuan takkan atau sedikit sekali membawa pada kemajuan manusia yang nyata dan berharga.
Satu-satunya hal yang belum berevolusi adalah hukum dan prinsip-prinsip alam, misal, sebelah utara pada kompas tak pernah berubah. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah wajah hampir semua yang lain. Tetapi hal yang mendasar masih tetap berlaku seiring dengan berlalunya waktu.

6–Agama tanpa pengorbanan.
Tanpa pengorbanan kita mungkin aktif dalam kelompok agama namun tidak hidup beriman. Kelompok agama hanyalah tirai sosial agama belaka. Tidak ada kerja sama nyata dengan orang-orang, atau berusaha lebih keras lagi, atau mencoba memecahkan masalah-masalah sosial kita. Melayani kebutuhan orang lain memerlukan pengorbanan, setidaknya pengorbanan kesombongan dan prasangka diri kita sendiri.
Jika sebuah agama hanya dilihat sebagai suatu sistem hierarki biasa, pemeluknya tidak akan mempunyai semangat pelayanan atau semangat ibadah yang mendalam. Sebaliknya mereka akan memusatkan perhatian pada ritual lahiriyah dan semua bentuk-bentuk luar agama yang bisa dilihat. Namun, mereka bukan orang-orang yang berpusat pada Tuhan atau prinsip.

7–Politik tanpa prinsip.
Anda lihat banyak politisi menghabiskan banyak uang untuk membangun citra, meskipun citra itu dangkal, tiada isi, hanya untuk memperoleh suara dan jabatan. Bila ini terjadi, maka sistem politik akan bekerja terlepas dari hukum-hukum alam. Seperti dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat misalnya menulis, “Kami percaya kebenaran-kebenaran ini dengan sendirinya, bahwa Manusia diciptakan stara, bahwa mereka diberkati oleh Pencipta dengan Hak-hak tertentu yang melekat pada diirnya, antara lain hak akan kehidupan, kemerdekaan, dan pencarian kebahagiaan.”
Kunci bagi masyarakat yang sehat adalah menciptakan kemauan sosial, sistem nilai, selaras degan prinsip-prinsip yang benar. Apabila tak ada prinsip, tidak ada yang bisa anda jadikan tempat bergantung. Prinsip adalah kompas penunjuk arah utara yang sejati. dan indikator bagi landasan tempat kita membangun sistem nilai. Dan, keduanya berjalan selaras.
.
.

◄ Newer Post Older Post ►