Minggu, 12 Februari 2012

Valentine, Kasih Sayang, dan Islam



Bulan Februari sudah datang kembali membawa iklim segar yang dingin. Bagi kebanyakan orang, hari yang paling ditunggu-tunggu di bulan ini adalah hari yang jatuh setiap tanggal 14 Februari, yaitu hari Valentine. Yep! Merayakan Valentine’s Day sangat digandrungi oleh kaum remaja (bahkan remaja kolot juga). Pada hari itu banyak orang mencoba untuk menunjukkan cintanya kepada keluarga, kerabat karib atau orang-orang yang sangat dikasihi.

Tetapi, kebanyakan ucapan kasih sayang ini lebih dominan ditujukan buat Sang Pacar. Dan biasanya isi dari ungkapan kasih sayangnya bersifat sangat sentimentil berat, penuh rayuan gombalis bahkan ada ucapan yang menjurus ke tindakan bodoh yang tak senonoh. Selain mengirim kartu ucapan, banyak juga yang mengirim hadiah dalam bentuk kado, seperti Cupid Doll, karangan bunga, kotak berhias kembang gula atau gambar-gambar fantasi cinta. Dan yang paling khas adalah mengirim coklat berbentuk hati. Tidak saja cukup sampai disini, perayaan Valentine Day belum sreg tanpa mengadakan pestaphora, seperti pesta dansa ria diiringi lagu-lagu cinta dan sejenisnya.


Various Definition for Valentine

“The date of the modern celebration, February 14, is believe to derive the execution of a Christian martyr, Saint Valentine, on February 14, 270.” [Encyclopedia Americana volume XIII, page 464]

Tanggal 14 Februari itu adalah perayaan modern yang berasal dari hari dihukum matinya seorang martir atau pahlawan Kristen, yaitu Santo Valentine pada tanggal 14 Februari 270 Masehi.

“A day on which lovers traditionally exchange affectionate messages and gifts. It observed on February 14, the date on which Saint Valentine was martyred." [Encyclopaedia Americana Volume XXVII, page 860]

Sebuah hari dimana orang yang sedang dilanda cinta secara tradisional saling mengirimkan pesan cinta dan hadiah-hadiah. Hari itu diperingati pada tanggal 14 Februari dimana Santo Valentine mengalami martir (seseorang mati sebagai pahlawan karena mempertahankan kepercayaan atau keyakinan).

“The Saint Valentine who is spoken as the apposite Rhaetia and venerated in Passau as its first bishop…” [Encyclopaedia Britannica Volume XIV, page 949]

Santo Valentine yang disebutkan itu adalah seorang utusan dari Rhaetia dan dimuliakan di Passau sebagai Uskup yang pertama.

Valentine Day dalam Sejarah

Sesungguhnya, belum ada kesepakatan final di antara para sejarawan tentang apa yang sebenarnya terjadi yang kemudian diperingati sebagai hari Valentine. Dalam buku “Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Hallowen: So What?” (Rizki Ridyasmara, Pusaka Alkautsar, 2005), sejarah Valentine Day dikupas secara detil. Inilah salinannya:

Ada banyak versi tentang asal dari perayaan Hari Valentine ini. Yang paling populer memang kisah dari Santo Valentinus yang diyakini hidup pada masa Kaisar Claudius II yang kemudian menemui ajal pada tanggal 14 Februari 269 M. Namun ini pun ada beberapa versi. Yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menelisik lebih jauh lagi ke dalam tradisi paganisme (dewa-dewi) Romawi Kuno, sesuatu yang dipenuhi dengan legenda, mitos, dan penyembahan berhala.

Menurut pandangan tradisi Roma Kuno, pertengahan bulan Februari memang sudah dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Dalam tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari disebut sebagai bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.

Di Roma kuno, 15 Februari dikenal sebagai hari raya Lupercalia, yang merujuk kepada nama salah satu dewa bernama Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki yang setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing.

Di zaman Roma Kuno, para pendeta tiap tanggal 15 Februari akan melakukan ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus dengan mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa.

Setelah itu mereka minum anggur dan akan lari-lari di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Para perempuan muda akan berebut untuk disentuh kulit kambing itu karena mereka percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan bisa mendatangkan kesuburan bagi mereka. Sesuatu yang sangat dibanggakan di Roma kala itu.

Perayaan Lupercalia
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang berlangsung antara tanggal 13-18 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14 Februari), dipersembahkan untuk dewi cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata.

Pada hari ini, para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya ke luar harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya.

Keesokan harinya, 15 Februari, mereka ke kuil untuk meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan serigala. Selama upacara ini, para lelaki muda melecut gadis-gadis dengan kulit binatang. Para perempuann itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan karena menganggap bahwa kian banyak mendapat lecutan maka mereka akan bertambah cantik dan subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara paganisme (berhala) ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Antara lain mereka mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I.

Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.

Tentang siapa sesungguhnya Santo Valentinus sendiri, seperti telah disinggung di muka, para sejarawan masih berbeda pendapat. Saat ini sekurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa Romawi. Namun ini pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II yang memerintahkan Kerajaan Roma berang dan memerintahkan agar menangkap dan memenjarakan Santo Valentine karena ia dengan berani menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih, sembari menolak menyembah Tuhan-tuhannya orang Romawi. Orang-orang yang bersimpati pada Santo Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan, Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Sebab itu kaisar lalu melarang para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini diam-diam mendapat tentangan dari Santo Valentine dan ia secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan ditangkap. Kaisar Cladius memutuskan hukuman gantung bagi Santo Valentine. Eksekusi dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.

Tradisi Berkirim Kartu Valentine Day

Selain itu, tradisi mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan Santo Valentine. Pada tahun 1415 M, ketika Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St. Valentine tanggal 14 Februari, ia mengirim puisi kepada isterinya di Perancis.
Oleh Geoffrey Chaucer, penyair Inggris, peristiwa itu dikaitkannya dengan musim kawin burung-burung dalam puisinya.

Lantas, bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” yang sampai sekarang masih saja terdapat di banyak kartu ucapan atau dinyatakan langsung oleh pasangannya masing-masing? Ken Sweiger mengatakan kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang mempunyai persamaan dengan arti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini sebenarnya pada zaman Romawi Kuno ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, Tuhan orang Romawi.

"Be My Valentine?"
Disadari atau tidak, demikian Sweiger, jika seseorang meminta orang lain atau pasangannya menjadi “To be my Valentine?”, maka dengan hal itu sesungguhnya kita telah terang-terangan melakukan suatu perbuatan yang dimurkai Tuhan, istilah Sweiger, karena meminta seseorang menjadi “Sang Maha Kuasa” dan hal itu sama saja dengan upaya menghidupkan kembali budaya pemujaan kepada berhala.

Cupid
Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi atau lelaki rupawan setengah telanjang yang bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “The Hunter” dewa Matahari. Disebut Dewa Cinta, karena ia begitu rupawan sehingga diburu banyak perempuan bahkan dikisahkan bahwa ibu kandungnya sendiri pun tertarik sehingga melakukan incest dengan anak kandungnya itu!

Silang sengketa siapa sesungguhnya Santo Valentine sendiri juga terjadi di dalam Gereja Katolik sendiri. Menurut gereja Katolik seperti yang ditulis dalam The Catholic Encyclopedia (1908), nama Santo Valentinus paling tidak merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda, yakni: seorang pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni), dan seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Koneksi antara ketiga martir ini dengan Hari Valentine juga tidak jelas.

St. Valentinus
Bahkan Paus Gelasius II, pada tahun 496 menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui secara pasti mengenai martir-martir ini, walau demikian Gelasius II tetap menyatakan tanggal 14 Februari tiap tahun sebagai hari raya peringatan Santo Valentinus.

Ada yang mengatakan, Paus Gelasius II sengaja menetapkan hal ini untuk menandingi hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus di Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Jenazah itu kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836.

Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas diarak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi di dalam gereja. Pada hari itu, sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta. Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 dengan alasan sebagai bagian dari sebuah usaha gereja yang lebih luas untuk menghapus santo dan santa yang asal-muasalnya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena hanya berdasarkan mitos atau legenda. Namun walau demikian, misa ini sampai sekarang masih dirayakan oleh kelompok-kelompok gereja tertentu.

Jelas sudah, Hari Valentine sesungguhnya berasal dari mitos dan legenda zaman Romawi Kuno di mana masih berlaku kepercayaan paganisme (penyembahan berhala). Gereja Katolik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya Santo Valentine yang dianggap menjadi martir pada tanggal 14 Februari. Walau demikian, perayaan ini pernah diperingati secara resmi Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan dilarang secara resmi pada tahun 1969. Beberapa kelompok gereja Katolik masih menyelenggarakan peringatan ini tiap tahunnya.

Kepentingan Bisnis

Industrialisasi agama
Kalau pun Hari Valentine masih dihidup-hidupkan hingga sekarang, bahkan ada kesan kian meriah, itu tidak lain dari upaya para pengusaha yang bergerak di bidang pencetakan kartu ucapan, pengusaha hotel, pengusaha bunga, pengusaha penyelenggara acara, dan sejumlah pengusaha lain yang telah meraup keuntungan sangat besar dari event itu.

Mereka sengaja, lewat kekuatan promosi dan marketingnya, meniup-niupkan Hari Valentine Day sebagai hari khusus yang sangat spesial bagi orang yang dikasihi, agar dagangan mereka laku dan mereka mendapat laba yang amat sangat besar. Inilah apa yang sering disebut oleh para sosiolog sebagai industrialisasi agama, di mana perayaan agama oleh kapitalis dibelokkan menjadi perayaan bisnis.

Pesta Maksiat

Christendom adalah sebutan lain untuk tanah-tanah atau negeri-negeri Kristen di Barat. Awalnya hanya merujuk pada daratan Kristen Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan sebagainya, namun dewasa ini juga merambah ke daratan Amerika.

Orang biasanya mengira perayaan Hari Valentine berasal dari Amerika. Namun sejarah menyatakan bahwa perayaan Hari Valentine sesungguhnya berasal dari Inggris. Di abad ke-19, Kerajaan Inggris masih menjajah wilayah Amerika Utara. Kebudayaan Kerajaan inggris ini kemudian diimpor oleh daerah koloninya di Amerika Utara.

Di Amerika, kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar. Mr. Howland mendapat ilham untuk memproduksi kartu di Amerika dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. Upayanya ini kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya hingga kini.
Sejak tahun 2001, The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) tiap tahun mengeluarkan penghargaan “Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary” kepada perusahaan pencetak kartu terbaik.
Sejak Howland memproduksi kartu ucapan Happy Valentine di Amerika, produksi kartu dibuat secara massal di seluruh dunia. The Greeting Card Association memperkirakan bahwa di seluruh dunia, sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan pertahun. Ini adalah hari raya terbesar kedua setelah Natal dan Tahun Baru (Merry Christmast and The Happy New Year), di mana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama juga memperkirakan bahwa para perempuanlah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu Valentine.

Mulai pada paruh kedua abad ke-20, tradisi bertukaran kartu di Amerika mengalami diversifikasi. Kartu ucapan yang tadinya memegang titik sentral, sekarang hanya sebagai pengiring dari hadiah yang lebih besar. Hal ini sering dilakukan pria kepada perempuan. Hadiah-hadiahnya bisa berupa bunga mawar dan coklat. Mulai tahun 1980-an, industri berlian mulai mempromosikan hari Valentine sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan perhiasan kepada perempuan pilihan.

Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat, sebuah kencan pada hari Valentine sering ditafsirkan sebagai permulaan dari suatu hubungan yang serius. Ini membuat perayaan Valentine di sana lebih bersifat ‘dating’ yang sering di akhiri dengan tidur bareng (perzinaan) ketimbang pengungkapan rasa kasih sayang dari anak ke orangtua, ke guru, dan sebagainya yang tulus dan tidak disertai kontak fisik. Inilah sesungguhnya esensi dari Valentine Day.

Perayaan Valentine Day di negara-negara Barat umumnya dipersepsikan sebagai hari di mana pasangan-pasangan kencan boleh melakukan apa saja, sesuatu yang lumrah di negara-negara Barat, sepanjang malam itu. Malah di berbagai hotel diselenggarakan aneka lomba dan acara yang berakhir di masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis. Ini yang dianggap wajar, belum lagi party-party yang lebih bersifat tertutup dan menjijikan.

Valentine Day dalam Takaran Islam

Sebagai generasi muslim modern yang intelek, kita mesti kritis dalam melihat suatu persoalan. Bukan levelnya lagi kalau kita cuma Ai alias ikut-ikutan saja, itu sama saja halnya dengan kerbau yang dicocok hidungnya. Kita harus tahu dulu gimana agama memandangnya? Apa untung ruginya secara akal dan mental? Termasuk untuk masalah yang satu ini, kita harus bisa thinking smart alias berpikir cerdas, begitu...


Yang namanya cinta itu adalah fitrah dan anugerah yang diberikan Allah buat manusia. Rasulullah SAW juga menganjurkan kita untuk memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada sesama manusia. Hanya saja, pengertian cinta dan kasih sayang yang dianjurkan Rasulullah SAW bukan seperti perayaan hari Valentine (Day), yang cuma memfokuskan cinta pada lawan jenis dan cenderung mengumbar hawa nafsu. Akan tetapi kasih sayang yang esensinya lebih hakiki. Seperti kasih sayang kepada orang tua, adik, kakak, isteri atau suami dan saudara sesama muslim. Bukan cuma itu saja, kita bahkan diharuskan menyayangi hewan, tumbuh-tumbuhan dan juga lingkungan. Utamanya kasih sayang seorang Muslim adalah menyeluruh, komplit dan penuh manfaat!

Kalo kita tarik garis lurus dari sejarah diatas, sebenarnya Valentine Day itu merupakan bagian dari acara keagamaan umat Nasrani. Bagi kita umat Islam, melibatkan simpati terhadap kegiatan dan perayaan agama lain dibatasi kedalamannya. Bahkan kalo bersandar pada pedoman aqidah yang hakiki, kita musti tegas pada prinsip.

Perayaan Hari Valentine memuat sejumlah pengakuan atas klaim dogma dan ideologi Kristiani seperti mengakui “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan lain sebagainya. Merayakan Valentine Day berarti pula secara langsung atau tidak, ikut mengakui kebenaran atas dogma dan ideologi Kristiani tersebut, apa pun alasanya.

Nah, jika ada seorang Muslim yang ikut merayakan Hari Valentine, maka diakuinya atau tidak, ia juga ikut-ikutan menerima pandangan yang mengatakan bahwa “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan sebagainya yang di dalam Islam sesungguhnya sudah termasuk dalam perbuatan musyrik, menyekutukan Allah SWT, suatu perbuatan yang tidak akan mendapat ampunan dari Allah SWT.

Nasihat Rasulullah SAW :
“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk kaum itu.” (HR. Abu Daud dan sanadnya diperkuat oleh Ibnu Taimiyah).
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, ”Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan,”Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”

Allah SWT sendiri di dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 51 melarang umat Islam untuk meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani,

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

Sudah seharusnya kita menolak untuk merayakan Valentine Day, bukan karena alasan yang mengenai kebencian terhadap seseorang atau suatu kaum, tetapi lebih dikarenakan alasan yang prinsipil, hal yang mengenai keyakinan kita sebagai muslim, mengenai pengajaran kita di agama. Toleransi boleh-boleh saja, tetapi itu dalam hal hubungannya dengan hal yang lain (bukan mengenai hal prinsipil/aqidah agama), semisal karena saling menghormati saja antar sesama pemeluk agama. Jadi disini kita menolak bukan dalam artian untuk memusuhi, melecehkan atau mengucilkan. Bagaimanapun juga Islam menekankan toleransi antar pemeluk beragama.

Berkasih sayang adalah bagian dari ajaran Islam. Bukankah Allah SWT sendiri punya nama ar-Rahman yang artinya Maha Penyayang? Sebagai muslim, kita diperintahkan untuk saling mengasihi dan menyayangi pada sesama muslim dan bahkan juga ke orang kafir sekalipun kita dianjurkan untuk bertindak adil dan benar, dan juga ke makhluk lain semisal hewan dan tumbuhan serta alam sekitar kita.

Tapi berkasih sayang dalam Islam ada aturannya. Misalnya, tidak boleh berkasih sayang dalam rangka merayakan Valentine ini, karena memang Valentine Day itu bukan hari raya umat muslim, bukan bagian dari ajaran Islam. Kita dilarang untuk merayakannya juga mengikutinya.

Jika kita mau berkasih sayang, maka kesempatannya amat luas. Setiap hari kita diperintahkan berkasih sayang, tidak perlu menunggu tanggal 14 Febuari.

Dan yang terutama adalah Valentine Day bukan murni sebuah peringatan tentang kasih sayang lagi, tetapi sudah bermutasi menjadi hari seks bebas, hari shoping sedunia, semua hal mengenai hedonisme dan seks lebih dominan dengan dibumbui eforia, pesta-pesta, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya yang sifatnya negatif. Valentine Day lebih banyak menjerumuskan utamanya para remaja ke hal-hal yang negatif, konsumtif, dan pola hidup yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan di sekolah, keluarga, menentang agama, dan bertentangan dengan nilai-nilai budaya di masyarakat di mana kita lahir, berkembang di sini, Indonesia.

Umat Muslim Diimbau Tak Peringati Valentine Day
Sosbud / Jumat, 10 Februari 2012 18:31 WIB 

Metrotvnews.com, Lebak: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lebak, Banten, meminta umat Muslim tak merayakan Valentine`s Day yang jatuh saban 14 Februari. Valentine`s Day acap disebut Hari Kasih Sayang. Tapi MUI Lebak tegas mengatakan, perayaan itu tak sesuai ajaran Islam.

"Kami berharap umat Muslim tak merayakan Valentine`s Day, karena mengundang kemaksiatan dan itu budaya luar," kata Sekrrtaris MUI Lebak Kiai Haji Baidjuri di Rangkasbitung, Jumat (10/2).

Ia mengatakan, biasanya Valentine`s Day acap diisi dengan hura-hura dan bersenang-senang antara laki-laki dan wanita. Mereka saling melakukan kasih sayang dengan berlainan jenis, sehingga mengundang pergaulan bebas seks. Tak jarang pula diselingi dengan pesta pesta minuman keras.

MUI secara resmi melarang umat Muslim merayakan Valentine`s Day dengan alasan tidak sesuai ajaran Islam. "Saya kira Hari Kasih Sayang itu tak tertutup kemungkinan mengundang kemaksiatan. Dan, itu bukan budaya Islam," terang Baidjuri.

Ia mengimbau, para orangtua dari keluarga Muslim memberikan pengertian mengenai Valentine`s Day kepada anak-anak mereka. Sebab "Valentine's Day" merupakan budaya luar yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Di samping itu perayaan kasih sayang sangat identik kebebasan dengan hura-hura dan bersenang-senang bagi kalangan remaja. "Kami minta anak-anak remaja tidak ikut-ikutan dengan budaya luar itu," katanya.

Menurut dia, sebetulnya dulu perayaan Valentine`s Day mencari orang-orang yang terpuruk dalam ekonomi atau kelaparan, lalu menemui kasih dengan menerima bantuan sambil perasaan kasih sayang. Namun, kata dia, sekarang Valentine`s Day disalahartikan dengan cinta kasih kasih mengarah pergaulan bebas seks dan minum-minuman.

"Kami minta masyarakat jangan mengikuti Valentine`s Day. Lebih baik mengikuti budaya yang sesuai dengan agama Islam, yakni tuntutan Alquran dan hadis," jelas Baidjuri.(Ant/ICH)
.
.

◄ Newer Post Older Post ►